KIBLAT.NET, Jakarta – Koordinator peneliti Imparsial, Ardi Manto menegaskan perlunya peningkatan jaminan kebebasan berekspresi di Indonesia. Ia menjelaskan, meski kebebasan berekspresi telah diatur dalam aturan normatif hukum Indonesia, namun dalam prakteknya masih banyak terjadi pengekangan kebebasan berupa kriminalisasi dan sebagainya.
Saat ditemui kiblat.net di hotel Aryaduta Jakarta pada Jumat (15/02/2019), Ardi menjelaskan, ada banyak kasus yang seharusnya dikategorikan sebagai ekspresi yang sah dan dilindungi oleh hukum namun justru dipidana.
Menurutnya, meski dalam penyampaian ekspresi terdapat unsur kebencian tak membuatnya harus diselesaikan melalui pidana.
"Itu bisa diselesaikan diluar jalur pidana. Juga sebetulnya ada kritik yang sebenarnya sah dan itu harusnya dilindungi, tetapi malah justru itu juga dipidana. Nah itu bentuk-bentuk pembatasan yang dilakukan oleh negara terhadap kebebasan berekspresi saat ini," kata Ardi.
Dalam kesempatan yang sama, Ardi juga sempat menyinggung soal UU ITE yang dinilai mengandung pasal karet. Ia menerangkan, frasa 'golongan' dalam UU ITE Pasal 28 ayat 2 sangatlah multitafsir.
"Itu tidak jelas, kalau dalam instrumen internasional itu dasarnya adalah agama, ras, suku, etnis dan sebagainya. Tetapi ini hanya menyebutkan golongan, golongan ini bisa ditafsirkan macam-macam,"ujarnya.
Reporter: Qoid
Editor: Izhar Zulfikar
Sumber: https://www.kiblat.net/2019/02/16/imparsial-pengkritik-dipidana-bentuk-pembatasan-negara-terhadap-kekebebasan-berekspresi/