Berita Seputar Teknologi, Kesehatan dan Olah Raga

Pages

Bahaya Otak Buaya

Kamis, 22 Jumadil Akhir 1440 H / 28 Februari 2019 13:10 wib

506 views

Oleh: M Rizal Fadillah

“Croc brain” Kependekan dari crocodile brain. Menjadi bagian segmen dari otak manusia yang berkarakter kebal hadapi apapun. Sevalid apa pun data dan seintelektual apa pun dia, jika dominan kerja “crock brain” nya, maka dia bebal dan sulit untuk dapat menerima. “Croc brain” atau otak buaya menghilangkan rasa salah, malu, atau nilai-nilai kebenaran.

Jika terjadi pada masyarakat awam tentu bisa di maklum, begitu juga jika itu terjadi pada lingkup kerja di ruang terbatas. Yang masalah adalah jika dia adalah pemimpin, pejabat, atau orang yang berpengaruh pada masyarakat. “Croc brain” sebagai sifat tak bisa menyerap nilai luar menempatkan semua yang dikerjakan itu menjadi benar. Berbohong dianggap hal yang baik baik saja.

Sistem kerja “otak buaya” ini menurut ahli bedah syaraf dr Roslan Yuni Hasan, Sp BS dari Mayapada Hospital Doctor adalah yang paling bertanggungjawab dari penyebaran berita miring (hoax). Emosional lebih kuat daripada rasional. Rasionalitas data dan fakta hanya bisa diterima oleh bagian otak yang bernama “neo cortex”. Sedangkan “croc brain” tak bisa.

Menurut Paul D Mc Lean, pakar Neuroscients, otak manusia dasar evolusinya otak reptil. berkarakter fight (bertarung) flight (kabur, menghindar), food (makan) dan fuck (sexual).

Ciri lain persaingan, no moral, no etika, mementingkan diri, selfish, rakus, tak peduli lingkungan, tidak bertanggungjawab dan suka menyalahkan orang lain.

Dalam ceritra dongeng, buaya punya otak yang tak cerdas seperti kancil yang menyuruh buaya berjajar untuk dihitung, padahal dengan begitu kancil bisa meloloskan diri.

Buaya adalah hewan yang suka berpura pura. Ada pepatah “air mata buaya” mata mengeluarkan air mata yang bukan berarti sedih. Ketika diam dan siap memangsa pun buaya bisa mengeluarkan air mata. Buaya hidup di dua alam. Di alam manapun tetap buas. Di darat sebagai reptil ia bergerak merayap, merendah. Blusukan ke semak semak dan pohon pohon di rawa.

Politisi buaya siapapun dia adalah mereka yang suka berpura-pura mencari simpati, bodoh dan mudah dikendalikan, serta “bebal” tak bisa dikoreksi perilakunya. Gemar menyebar hoax dan terhadap hoax-hoax yang diketahui, tak ada rasa sesal atau malu.

Politisi buaya adalah mereka yang menyusuri semak semak dan mengendus peluang untuk memangsa lawan. Merayap, merendah bagai orang susah dan sederhana akan tetapi sekali ada kesempatan menggigit, sulit mangsa melepaskan diri. Terjerat, tersandera, dan terperangkap. Apalagi jika ikut dibawa ke air habitatnya, habislah ia.

Buaya hanya menurut pada pawang dan kepada sang pawang ia akan taat. Nah konteks politik pawang-pawang ini lebih ganas dari buaya itu sendiri. Dia bisa menjinakkan dan bisa juga membuat buaya marah pada siapa saja. Pawang adalah pengendali dan pengarah otak buaya.

Mantera doktrin politiknya membius. Sang buaya pasrah diatur atur, yang penting dia bisa mencari makan atau diberi makan dengan baik. Satu pawang bisa mengatur dan menentukan apalagi jika banyak pawang yang bersekutu. Tentu lebih dahsyat daya dobrak dalam membangun ataupun merusak.

Tugas manusia dan rakyat yang beradab harus mampu menggeserkan dominan “croc brain” pemimpin berkelas buaya predator ke arah “neo cortex” yakni pemimpin berotak politik lebih bersih, cerdas, jujur dan manusiawi. Otak buaya itu kecil dan bersahaja tapi berbahaya. Kita harus waspada. [syahid/voa-islam.com]

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Sumber: http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2019/02/28/62337/bahaya-otak-buaya/


close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==
KODE DFP 2
KODE DFP 2