Beredar viral di media sosial video pembakaran logistik pemilu di Papua.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Papua mengirim tim ke lokasi aksi pembakaran logistik Pemilu 2019 di Puncak Jaya. Namun, Komisioner Bawaslu Papua, Ronald Manaoch mengatakan, terlepas surat suara tersebut pernah terpakai atau tidak saat pemungutan suara 17 April, pemusnahan tak dapat dibenarkan selama proses pesta demokrasi belum pungkas tahapannya.
"Tim kita (Bawaslu Provinsi) baru naik (ke Puncak Jaya) besok (26/4) untuk memastikan berapa surat suara yang dibakar. Masih simpang siur. Karena ini sangat sensitif, kita harus memastikan sendiri" kata Ronald saat dihubungi Republika dari Jakarta, pada Kamis (25/4). Yang pasti, ia memastikan pemilihan umum di Puncak Jaya, salah satu wilayah yang menerapkan pola noken.
Ronald menerangkan, sistem pemilihan dengan cara noken, memang berbeda dari pemungutan suara pada wilayah pemilihan lain. Ia menerangkan, ada dua sistem noken. Dengan cara memasukkan surat suara ke dalam noken, atau surat suara yang diikat untuk memilih salah satu kandidat. Dari dua cara noken tersebut, Ronald mengatakan, umumnya surat suara tak tercoblos.
Akan tetapi, Ronald menegaskan, pemilihan dengan cara noken, surat suara tersebut masuk dalam kategori surat suara yang terpakai. "Surat suara tercoblos, berbeda dengan surat suara terpakai. Tetapi tetap itu tidak boleh dibakar. Itu tetap pelanggaran hukum," ujar Ronald. Kata dia, surat suara yang terpakai dari cara noken, juga merupakan dokumen negara yang harus dilindungi keaman dan keaslianya.
"Yang jelas itu (pembakaran) pelanggaran. Karena surat suara itu, dalam proses pemilihan bisa jadi alat bukti di MK (Mahkamah Konstitusi) misalnya," ujar Ronald.
Dalam sengketa pemilu, proses pembuktian megharuskan kembali ke jumlah surat suara yang terpakai, atau yang sudah dicoblos. "Kalau tidak ada bukti valid, kan kembalinya ke surat suaranya," sambung dia. Karena itu, Bawaslu Papua, kata dia akan melakukan investigasi mandiri memastikan pembakaran logistik pemilu di Puncak Jaya tersebut.
Ronald menambahkan, sebetulnya aksi pembakaran logistik pemilu, bukan cuma terjadi di Puncak Jaya. Di Intan Jaya, pembakaran logistik pemilu juga terjadi. Ia mengungkapkan, sampai saat ini ada 35 kampung di Intan Jaya yang harus melaksanakan pemilu susulan, lantaran adanya aksi pembakaran logistik pemilu. Namun kejadian di Intan Jaya, terjadi sebelum 17 April.
Pada Rabu (24/4), beredar video yang menayangkan tentang aksi pembakaran logistik Pemilu 2019 di Puncak Jaya. Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Papua Theodorus Kossay memastikan kebenaran aksi pembakaran tersebut. Kepada Republika, Theodorus mengatakan, aksi pembakaran itu, terjadi pada Selasa (23/4).
Menurut dia, surat suara yang dibakar adalah surat suara yang sudah terpakai dan tercoblos saat 17 April lalu. Akan tetapi, keterangan Theodorus tersebut, berbeda dengan hasil penyelidikan kepolisian.
Mabes Polri mengatakan, surat suara yang dibakar di Puncak Jaya, adalah surat suara sisa logistik pemilu yang sudah tak terpakai usai 17 April. Juru Bicara Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo, pada Rabu (24/4) mengatakan, surat suara sisa yang dibakar tersebut, sengaja dibakar untuk menghindari adanya penyalahgunaan dalam proses penghitungan suara.
Sumber: https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/pqito1409/kasus-surat-suara-dibakar-bawaslu-papua-masih-simpang-siur