loading…
Kali ini giliran akademisi se-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mendorong seluruh komponen bangsa tetap menjaga persatuan dan kesatuan setelah pemungutan suara Pemilu 2019 (17/4) lalu. Kondisi pro-kontra di tengah masyarakat memang terus terjadi meskipun proses pemungutan suara telah usai. Kedua kubu pemenangan capres cawapres bahkan saling klaim kemenangan. Berbagai isu dan narasi yang memecah belah dan mendelegitimasi fungsi penyelenggara negara juga terus muncul.
Situasi ini pun memunculkan keprihatinan para akademisi sehingga mereka sepakat memunculkan seruan moral.
Baca Juga:
Hadir dalam kegiatan tersebut Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Sutrisno Wibowo, Rektor Amikom Suyanto, Rektor Universitas Alma Alta (UAA) Haman Hadi, Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta Edi Suandi Hamid, dan Rektor UNU Yogyakarta Purwo Santoso.
Selain itu forum yang digelar di Balairung UGM itu juga dihadiri Danrem 072 Pamungkas Brigjen TNI Mu hammad Zamroni serta Wakapolda DIY Brigjen Pol Bimo Anggoro Seno. Ada lima butir penting dalam seruan moral para akademisi DIY tersebut.
Di antaranya meminta semua kalangan, terutama kedua kubu capres-cawapres, untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, mengedepankan sikap kenegarawanan dalam menerima hasil pemilu, mengawal pelaksanaan pemilu dan hasilnya dengan mematuhi konstitusi dan berbagai peraturan perundangan, menahan diri dari mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang memperkeruh suasana, serta menggunakan cara-cara damai dan prosedural dalam merespons ketidakpuasan atas hasil pemilu.
Rektor UGM Panut Mulyono mengatakan, bangsa Indonesia patut bersyukur karena pelaksanaan pemilu serentak telah berjalan aman, tertib, dan damai serta sesuai dengan prinsip pemilu yang demokratis, yakni jujur dan adil.
Namun dalam perkembangannya, hasil pemilu yang prosesnya berlangsung baik tersebut menimbulkan suasana pro dan kontra di tengah masyarakat akibat masing-masing pihak yang terlibat dalam kontestasi pemilu telah mengklaim kemenangan secara sepihak, lalu menuduh pihak lain berbuat curang.
Termasuk ada upaya mendelegitimasi hasil pemilu dengan mempersoalkan kredibilitas penyelenggara pemilu. "Karena itu kita harap kan para kontestan bisa menggunakan cara-cara damai dan prosedural sebagaimana diatur dalam undang-undang dalam merespons ketidakpuasan atas hasil pemilu," kata Panut Mulyono saat menyampaikan deklarasi itu.
Rektor UWM Edi Suandi Hamid menambahkan, seruan ini diharapkan bisa menenangkan kondisi masyarakat atas pro dan kontra yang banyak bertebaran di media sosial. "Seruan ini lebih bermakna untuk menenangkan masyarakat agar tetap beraktivitas seperti biasa. Memang ada elite yang seolah menyerukan gerakan yang dikhawatirkan menimbulkan keresahan, permusuhan di masyarakat sehingga seruan ini bisa mengingatkan agar yang tidak puas harus menempuh jalur kon stitusional," tambahnya.
Rektor UNU Yogyakarta Purwo Santoso mengatakan, pelaksanaan proses teknis pemilu sudah berlangsung dan masyarakat telah menggunakan hak pilihnya dengan baik sehingga kepercayaan yang sudah diberikan kepada rakyat atas pilihannya patut dihormati.
MPR Minta Media Bantu Rekonsiliasi Dua Kubu
MPR RI meminta semua pihak termasuk juga media untuk turut membantu rekonsiliasi dua kubu seusai Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Media diminta untuk tidak membuat berita yang menjurus ke fitnah (kabar bohong) yang justru bisa menghambat rekonsiliasi.
"Yang penting semua pihak termasuk rekan-rekan media untuk melakukan rekonsiliasi dalam tanda kutip untuk kemudian menghadirkan berita-berita yang betul-betul faktual, berita-berita yang dipotong-potong yang awalnya mau rekonsiliasi malah sama media dipotong-potong jadilah fitnah dan lebih salah paham lagi," kata Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.
Hidayat mengimbau pentingnya seluruh pihak menunjukkan sikap yang takwa dengan cara menunjukkan perilaku yang positif, baik itu sebagai elite, mewakili kepentingan partai politik atau sebagai apa saja. Semua pihak harus memaksimalkan bu lan Ramadan untuk berintrospeksi. "Betul-betul maksimal kan bulan Ramadan yang bertepatan dengan hari-hari akhir perhitungan suara supaya betul-betul bisa menghadirkan koreksi dari apa yang kemarin terjadi," imbaunya.
Menurut Hidayat, upaya rekonsiliasi yang paling baik adalah bukan dengan diprovokasi, tetapi biarlah rekonsiliasi terjadi dengan cara yang natural.
Dan rekonsiliasi yang paling bagus adalah ketika kemudian beragam masalah yang dikritisi bisa diselesaikan. Seperti misalnya, validitas data dari sistem perhitungan suara di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan juga berita yang diputarbalikkan dari faktanya. "Jangan orang di suruh rekonsiliasi tapi masalah-masalahnya enggak selesai. Itu cara yang paling baik untuk rekonsiliasi secara natural," ujar Hidayat.Kemudian Wakil Ketua MPR RI lainnya, Mahyudin berpandangan bahwa rekonsiliasi harus terjadi. Sehingga, jika KPU sudah mengumumkan siapa pemenangnya, maka sudah tidak ada lagi kubu 01 ataupun 02. Yang ada hanya sila ketiga, yakni persatuan Indonesia.
"Ya harus rekonsiliasi. Makanya pakai falsafah orang Jawa, yang kalah tidak merasa sakit, yang menang jangan sombong," kata Mahyudin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Menurur Manyudin, MPR siap menjadi penengah rekonsiliasi tersebut karena, MPR adalah rumah rakyat Indonesia dan tidak ada perdebatan di MPR.MPR hanya mengurusi rekonsiliasi dan bermusyawarah dalam mencari jalan terbaik. "Yang pasti menurut saya, semua calon tujuannya baik untuk membangun bangsa ini. Urusan kalah menang, itu adalah proses. Yang penting, niatnya sama untuk membangun bangsa ini," sebutnya. (Priyo Setyawan/ Kiswondari)
(nfl)
Sumber: https://nasional.sindonews.com/read/1402058/12/pemilu-usai-akademisi-serukan-rekonsiliasi-nasional-1557199677