Gema takbir, tahmid, dan tahlil tak henti-hentinya bersenandung dari pengeras suara di masjid-masjid darurat di kawasan yang dihuni dan berdiri sekitar 400 kepala keluarga di 400-an tenda pengungsian.
Remaja dan mayoritas anak-anak tampak tidak sabar menunggu giliran membacakan takbir, tahmid, dan tahlil melalui mik yang disediakan pengurus masjid di sana.
“Ini sekaligus untuk mentrauma healing anak-anak di sini ,juga supaya mereka tidak sedih harus merayakan malam Idulfitri di tenda-tenda pengungsian,” kata Imam Masjid darurat Mubarakah Ahyar di sela-sela membagikan zakat fitrah dan memantau takbiran anak-anak pengungsi di masjid darurat tersebut, Selasa malam.
Apalagi, menurut dia, pergaulan anak-anak saat ini begitu bebas dan sangat rentan terjerumus ke dalam pergaulan bebas sehingga kegiatan-kegiatan kegamaan penting dihidupkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Daripada mereka hanya buat kegiatan yang sia-sia dan tidak berguna seperti main petasan,mending mereka takbiran di sini (masjid),” tuturnya.
Anggota jemaah Ahmad mengaku sangat terharu sebab suasana malam takbiran di Kota Palu, terutama di masjid darurat Mubarakah di kawasan pengungsi korban likuefaksi di kawasan Sport Center Balaroa begitu hikmat dan tidak penuh dengan keramaian.
“Kalau malam Lebaran tahun lalu langit Palu penunh dengan kembang api yang selalu ditembaki warga sebagai bentuk kebahagiaan menyambut labaran. Pada tahun ini di sini saja (kawasan pengungsian Balaroa) sangat sederhana,” ucapnya.
Bahkan kata dia, tidak ada satupun pengungsi yang menyalakan kembang api dan terkesan lebih sunyi dan sepi.
“Tidak seperti biasanya. Biasanya kalau malam Lebaran begini warga sangat ribut dan ke sana kemari mengurus persiapan dapur atau membeki pakaian. Ini tidak. Pengungsi hanya di tenda dan tidak terasa euforia menyambut lebaran dari raut wajah ssbagian besar pengungsi,” ucapnya.
Kemungkinan, menurut dia, hal itu disebabkan kesedihan dan duka yang masih menyelimuti para pengungsi sehingga merayakan malam lebaran bukanlan menjadi suatu keharusan atau tradisi yabg wajib untuk mereka lakukan lagi.
Hingga malam ini sejumlah pengungsi di kawasan pengungsian terpadu korban likuefaksi di Sport Center Balaroa tampak sibuk mendirikan tenda di sekitar masjid darurat untuk melindungi jamaah yang tidak dapat menunaikan salat Ied di dalam masjid darurat.
Pengungsi di kawasan pengungsian tersebut tidak akan menunaikan salat Ied di lapangan terbuka. Mereka akan menunaikan salat ied hanya di masjid-masjid darirat maupun di masjid di sekitar kawasan pengungsian karena dikhawatirkan saat pelaksanaan salat Ied, Rabu pagi hujan mengguyur.
Mengingat beberapa hari terakhir Kota Palu hampir setiap haru diguyur hujan.
Balaroa menjadi salah satu kawasan terparah bencana pada tanggal 28 September 2018 di Kota Palu. Likuefaksi menjadi penyebabnya. Ribuan nyawa meninggal maupun belum ditemukan hingga sekarang di kawasan yang dulunya adalah perumahan nasional (perumnas) itu.
Pewarta: Muhammad Arshandi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Sumber: https://ramadhan.antaranews.com/berita/902718/gema-takbir-di-balik-pengungsian-korban-likuefaksi-balaroa