Kisah sang Sultan telah menjadi cerita rakyat, melegenda, dan menginspirasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kisah sang Sultan telah menjadi cerita rakyat, melegenda, dan menginspirasi. Kehebatannya dalam berdiplomasi salah satunya terlihat dalam pertemuan militernya dengan Raja Richard "The Lion Heart" pada Perang Salib ketiga.
Bagaimanapun, selain kemahiran diplomasi dan prestasi militernya, sosok Shalahuddin terus diingat atas kemampuannya menyatukan banyak dunia Muslim serta kemuliaan hati dan peri lakunya, baik di dalam maupun di luar peperangan.
Karen Amstrong dalam bukunya Perang Suci menggambarkan, saat Shalahuddin dan pasukan Islam membebaskan Palestina, tak ada seorang Kristen pun yang dibunuh. Tak ada pula perampasan harta benda.
"Jumlah tebusan pun sangat rendah. Shalahuddin menangis ter sedu-sedu melihat banyak keluarga terpecahbelah akibat perang. Ia pun membebaskan banyak tawanan, sesuai imbauan Alquran," papar Amstrong.
Kekaguman terhadap Shalahuddin tak hanya datang dari kalangan Muslim. Keadilan dan kenegara wanannya juga membuat umat Nasrani yang kala itu tinggal di Yerusa lem berdecak kagum. Dikisahkan bahwa suatu ketika seorang tua beragama Kristen bertanya pada Shalahuddin. "Mengapa Tuan tidak membalas musuh-musuh Tuan?"
Shalahuddin menjawab, "Islam bukanlah agama pendendam dan bahkan sangat mencegah seseorang melakukan perkara yang tidak ber perikemanusiaan. Islam menyuruh umatnya menepati janji, me maafkan kesalahan orang lain yang meminta maaf, dan melupakan ke kejaman musuh meski sebelumnya mereka menindas kita."
Mendengar jawaban itu, bergetarlah hati orang tua itu dan berkata, "Sungguh indah agama Tuan! Maka pada akhir hayatku ini, bagaimana agar aku memeluk agamamu?" Shalahuddin menjawab, "Ucapkanlah dua kalimat syahadat."
Atas semua kemuliaan itu, pengajar University of London dan penulis beberapa buku tentang Perang Salib, Jonathan Phillips, menyebut Shalahuddin sebagai pahlawan utama bagi umat Islam.
Sumber: https://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/psnthb313/kehebatan-diplomasi-shalahuddin-alayyubi