Revitalisasi trotoar tidak diiringi perilaku masyarakat yang sadar hak pejalan kaki.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Langkah Kristiyana Sanwidia terhenti saat seorang pengendara sepeda motor dengan jaket warna hijau mendahuluinya, ketika dia sedang berjalan di trotoar Jalan Kebon Sirih. Kristi, panggilan akrab perempuan usia 29 tahun itu, terlihat menahan amarah, tatapannya tak lepas dari pengendara motor tadi.
“Sengaja aku lama-lamain saja jalannya, sudah tahu trotoar buat orang jalan,” ujar Kristi, Selasa (26/6).
Revitalisasi trotoar yang semakin baik tampaknya tidak dibarengi dengan perilaku masyarakat yang sadar terhadap hak-hak para pejalan kaki. Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus menilai hingga saat ini masih ada “penjajahan” yang dilakukan pengendara motor kepada para pejalan kaki.
“Pejalan kaki mendapat kenyamanan tapi masih keamanan masih sulit didapatkan. Para pejalan kaki bertaruh nyawa dengan pemotor yang menjadikan trotoar sebagai jalan bebas hambatan,” kata Alfred.
Bahkan, trotoar, yang kini telah semakin lebar dan nyaman, dijadikan lahan untuk berjualan dan parkir kendaraan. Parahnya, para perampas hak pejalan kaki tersebut seakan mendapat toleransi dari penegak hukum maupun masyarakat sendiri.
“Penegakkan hukum sangat lemah, bukan tidak ada, tapi sangat lemah, lemah sekali, tidak ada efek jera, apakah perlu ada konflik horizontal antara masyarakat dulu, baru pemerintah turun tangan?” ujar Alfred.
Tidak hanya trotoar di seputaran ruas utama jalanan ibu kota, melonjaknya pengunjung juga menyebabkan sejumlah ruas trotoar di Pasar Tanah Abang beralih fungsi menjadi lahan parkiran. Di bawah jembatan penyeberangan multiguna Tanah Abang dan di depan pasar Blok G Tanah Abang misalnya, trotoar jadi padat dan sempit karena sepeda motor.
Definisi trotoar, menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 45, adalah salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas. Sementara, pasal 131 menjelaskan bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain. Sanksi bagi pelanggar atau mereka yang tidak menggunakan trotoar sebagaimana mestinya antara lain diatur di pasal 274 ayat 2 yakni setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi kelengkapan jalan akan dipidana dengan penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.
Selanjutnya, pada pasal 275 ayat 1, setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki dan alat pengaman pengguna jalan, dipidana dengan kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.
Peraturan lain mengenai trotoar diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan. Berdasarkan pasal 34 ayat 4, trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.
“Undang-undang lalu lintas dan peraturan daerah harus ditegakkan. Bagaimana Dinas Perhubungan dan Satpol PP bekerjasama,” kata Alfred.
Hal tersebut, menurut dia, tidak sesuai dengan “Wajah Baru Jakarta” yang dihadirkan pemerintah provinsi DKI lewat program revitalisasi trotoar.
“Dengan begini perubahan trotoar yang menjadi “Wajah Baru Jakarta” terludahi. Kalau sampai trotoar berubah fungsinya, otomatis kami sangat tidak bisa mengatakan Jakarta punya wajah baru,” ujar Alfred.
“Wajah Baru Jakarta” menjadi program yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada ulang tahun yang ke-492. Berangkat dari tema tersebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperbaiki sejumlah fasilitas umum. Mulai dari seperti Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), yang didesain artistik di GBK dan Bundaran Senayan dan resmi dibuka Gubernur DKI Anies Bawedan pada Februari lalu, hingga revitalisasi trotoar.
Pemprov DKI melalui Dinas Bina Marga saat ini sedang mengerjakan revitalisasi trotoar Jalan Cikini Raya – Kramat Raya dan Salemba Raya. Penataan kembali trotoar tersebut akan berkolaborasi dengan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) untuk dijadikan spot seni dan budaya. Rencana revitalisasi trotoar tersebut mendapat dukungan dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi.
“Ya itu memang bagus. Saya kalau keluar negeri kan lebih banyak jalannya daripada kendaraannya. Dengan transportasi yang baik, pedestrian yang baik, masyarakat bisa langsung merasakan. Habis makan siang jalan kaki kan ngilangin penyakit,” ujar Prasetyo ditemui usai Rapat Paripurna Istimewa DPRD Provinsi DKI Jakarta dalam rangka memperingati HUT ke-492 Kota Jakarta, Sabtu (22/6).
Kristi, yang bertempat tinggal di kawasan Ciputat dan bekerja di seputaran Thamrin tersebut, berharap program revitalisasi trotoar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menyentuh wilayah tempat tinggalnya.
“Di beberapa wilayah Jakarta belum tersentuh program revitalisasi trotoar Pemprov DKI. Katanya “Wajah Baru Jakarta,” semoga program-program Pemprov tidak hanya fokus ke wilayah Jakarta Pusat saja,” ujar Kristi.
Sumber: https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/pto8m7382/nyawa-pejalan-kaki-di-jakarta-masih-terancam