Program ini juga dilakukan pada komoditas yang berorientasi ekspor atau komoditas unggulan wilayah
Manado (ANTARA) – Indonesia negara tropis dengan kekayaan biodiversitas agraris. Salah satu kekayaan sumber daya alamnya berupa ragam hayati penghasil karbohidrat tinggi.
Apabila keadaan ini dipergunakan secara optimal, pengaruh Indonesia dalam persaingan global yang kompleks lebih kuat.
Bila dibandingkan dengan negara lain, Indonesia patut bersyukur karena mustahil kekurangan bahan pangan. Di segala penjuru, tanaman pangan lokal tumbuh subur. Masyarakat sangat bijaksana dan memiliki pengetahuan yang tinggi dalam memanfaatkan alam untuk kehidupan, menjaga kesuburan tanah, dan kelestarian lingkungan.
Presiden Soekarno (1901-1970) pernah menuturkan bahwa pangan adalah masalah hidup dan mati suatu bangsa.
Permasalahan pangan kerap kali terjadi di berbagai negara. Gejolak harga pangan pun selalu menjadi faktor pendorong besarnya angka inflasi di suatu daerah bahkan secara nasional.
Pemerintah diingatkan agar tidak mengabaikan masalah pangan, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Masalah pangan bisa memengaruhi perekonomian dalam negeri, sebab erat kaitannya dengan tingkat inflasi dan daya beli masyarakat.
Program pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden RI Joko Widodo, langsung disebarkan ke seluruh provinsi di Indonesia, yakni kedaulatan pangan sebagai salah satu program prioritas Nawacita dengan menargetkan swasembada sejumlah komoditas pangan strategis, seperti padi, jagung, kedelai, dan gula.
Prioritas Nawacita tersebut juga dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Gubernur Olly Dondokambey dan Wakil Gubernur Steven Kandouw bersinergi dengan Bank Indonesia (BI) dan pemangku kepentingan lainnya.
Kepala BI Perwakilan Sulut Arbonas Hutabarat menilai pembentukan klaster komoditas pangan mampu mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di daerah.
“Klaster komoditas pangan dapat dibentuk dengan memanfaatkan kearifan masyarakat sekitar, seperti petani, pengusaha kecil pada wilayah penghasil pangan,” katanya.
Komoditas yang dipilih, antara lain didasarkan kriteria sering menjadi sumber tekanan inflasi.
Fasilitasi yang diberikan BI melalui program klaster dapat membantu meningkatkan pasokan, memperbaiki jalur distribusi, serta mendukung penciptaan iklim usaha yang kondusif.
“Program ini juga dilakukan pada komoditas yang berorientasi ekspor atau komoditas unggulan wilayah,” katanya.
Pendekatan klaster merupakan upaya mengelompokkan industri inti yang saling berhubungan, baik industri pendukung, jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian, pelatihan, pendidikan, infrastruktur informasi, teknologi, sumber daya alam, serta lembaga terkait. Komoditas yang didukung meliputi sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, serta industri pengolahan.
Sejak 2014, BI Sulut mengembangan Program Pengendalian Inflasi melalui klaster yang difokuskan pada komoditas ketahanan pangan, komoditas berorientasi ekspor, dan komoditas sumber tekanan inflasi/volatile foods.
Dampak program klaster BI tersebut, meningkatkan kinerja usaha tani yang tergambar dari peningkatan produktivitas, akses terhadap pasar, pemanfaatan dan luas lahan, serta penerapan teknik dan inovasi budidaya yang lebih baik atau organik.
Pengembangan klaster ini juga tidak lepas dari Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) yang merupakan bentuk kepedulian atau empati sosial BI, untuk berkontribusi dalam membantu memecahkan masalah sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat.
Sejak empat tahun terakhir ini, katanya, BI ikut menjaga ketahanan pangan di Sulut, melalui program klaster yakni pertanian terintegrasi padi sawah, ketahanan pangan komoditi cabai, klaster komoditas bawang merah, klaster komoditas tomat, klaster komoditas buah nanas, klaster pengolahan ikan cakalang fufu asap cair, dan klaster kopi organik Kotamobagu.
Lahan luas
Kabupaten Bolaang Mongondouw Utara, Provinsi Sulut, memiliki luas lahan pertanian padi sawah yang cukup luas dan irigasi baik.
Hal inilah yang menjadi alasan BI memilih kabupaten tersebut sebagai proyek percontohan pengembangan klaster pertanian terintegrasi “zero waste”.
Bank Indonesia dengan Kabupaten Bolaang Mongondouw berkomitmen meningkatkan produksi tanaman padi dan sapi ternak secara terintegrasi, menuju ketahanan pangan Sulut. Kerja sama ini dilakuakan sejak 2016. BI mengembangan pertanian terintegrasi ini di Desa Tombolango, Kecamatan Sangkub, Kabupaten Bolaang Mongondouw.
Cabai rawit sering menjadi pemicu angka inflasi di Kota Manado, sehingga membuat BI ikut ambil bagian dalam pengembangan klaster tersebut di beberapa daerah di Sulut.
“Program BI klaster cabai dilakukan di dua kabupaten kepulauan yang berbatasan langsung dengan Filipina, yakni Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Sitaro,” jelasnya.
Sejak 2015, BI mengembangkan klaster cabai di Sulut dan langsung memberikan bantuan berupa “screen house”, sarana produksi baik bibit, pupuk dan sejenisnya serta bantuan teknis bimbingan dan pelatihan langsung kepada kelompok tani.
BI juga menyerahkan bantuan bibit cabai-tomat dan bawang 20.000 batang kepada Wanita Kaum Ibu (WKI) Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) dan TP PKK Sulut pada periode 2018, yang dikemas dalam Gerakan Tanam Barito plus (bawang, rica/cabai, tomat), agar semua ibu rumah tangga menanam kebutuhan pokok tersebut, sehingga tidak perlu ke pasar untuk membeli.
Bi berharap dapat mengendalikan kenaikan tingkat harga bawang daun, rica, dan tomat melalui peningkatan kemandirian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan konsumsi bahan pangan hariannya.
Ketua WKI Sinode GMIM Adriana Dondokambey mengatakan ribuan bibit dari BI ini akan diserahkan kepada WKI di Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa, dan Kabupaten Minahasa Utara.
Desa Tonsewer, Kecamatan Tompaso, Kabupaten Minahasa dipilih BI untuk mengembangkan bawang merah sejak 2017. Bantuan berupa rumah pengering serta bimbingan dan pelatihan dilakukan BI.
Bawang merah tersebut ditanam di lahan seluas 12 hektare, sedangkan produksi pada 2018 tercatat 379.500 kg. Guna mendorong peningkatan produktivitas kelompok tani, mempersingkat waktu, dan penurunan kadar air dalam bawang.
BI melakukan program upaya mendorong peningkatan produktivitas klaster bawang merah binaan melalui program penanganan bawang pascapanen.
Kecamatan Langowan, Kabupaten Minahasa sangat terkenal dengan petani tomat sehingga BI memilih daerah tersebut dalam mengembangkan klaster tomat, di lahan 42 hektare, sehingga pada 2018 mampu memproduksi tomat 2,25 juta kg.
Hasil panen tomat sayur di Kecamatan Langowan diharapkan menjaga stabilitas harga di pasaran dan mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Kolaborasi pemerintah dengan petani sangat diperlukan dalam meningkatkan produksi sejumlah kebutuhan pokok pertanian yang sering memicu inflasi.
Buah nanas merupakan komoditi unggulan di Kota Kotamobagu. Produksinya terus didorong sehingga mampu memiliki daya saing tinggi.
BI juga mengembangkan klaster buah Nanas Kotamobagu dengan sistem Good Agricultural Practices (GAP) di Kota Kotamobagu.
Pada 2018, BI memberikan bantuan alat pengolahan nanas dan bimbingan teknis lainnya, di lahan seluas 136 hektare sehingga mampu memproduksi 2,040 juta kg.
Bantuan BI ini menjawab kelebihan produksi setiap tahun dari buah nanas di Kota Kotamobagu, yang bisa dijadikan bahan olahan lainnya guna mendukung ketahanan pangan.
Kota Cakalang julukan Kota Bitung, memiliki industri perikanan terbanyak di Indonesia. Sebagian besar masyarakat bekerja di sektor perikanan, sehingga BI mengembangkan klaster pengolahan cakalang fufu dengan menggunakan asap cair.
Selama ini, cakalang fufu hanya dibuat secara tradisional sehingga tidak tahan lama. Karena memiliki kelemahan-kelemahan dalam pengolahan sehingga sulit untuk menembus pasar luas.
Agar bisa dapat dijual keluar daerah dan menembus pasar ekspor, budi dayanya harus menggunakan sistem yang lebih modern dan higienis.
Penikmat kopi di Indonesia, khususnya Sulut, semakin meningkat, baik kalangan orang tua maupun kaum milenial. Penciptaan wirausaha sektor tersebut yang meningkat pesat, otomatis mereka membutuhkan bahan baku, berupa kopi lokal.
BI melihat perkebunan kopi terbesar di Sulut berada di Kota Kotamobagu. Melalui penandatanganan nota kesepahaman dengan Pemerintah Kota Kotamobagu, BI mengembangkan produk UMKM unggulan, yakni klaster kopi Kotamobagu.
Gubernur Sulut Olly Dondokambey mengapresiasi dukungan BI dalam menjaga ketahanan pangan di daerah tersebut.
Upaya BI itu terus dilanjutkan dan menjadi perhatian bersama, baik pemerintah maupun instansi terkait, di setiap kabupaten sehingga kebutuhan pangan di Sulut selalu tercukupi.
Berbagai kebijakan sebagai terobosan dan solusi dalam mengatasi gejolak harga maupun stok pangan telah dilakukan pemerintah, satu di antaranya membentuk Toko Tani Indonesia Center (TTIC).
Hal ini sebagai upaya menjaga harga yang wajar di tingkat produsen, mempermudah aksesbilitas pasokan dan harga pangan di tingkat konsumen. Pemerintah Sulut terus berkoordinasi dengan Perum Bulog Divre Sulut dalam menjaga pangan agar tetap tersedia.
Dengan demikian, model klaster yang solusi jitu menjaga ketahanan pangan di Sulut itu, bagian dari program BI yang diharapkan memberi dampak dan makna tersendiri hingga pelosok negeri ini.
Baca juga: BI dukung peningkatan ketahanan pangan
Baca juga: BI: koreksi harga pangan dorong deflasi Agustus
Oleh Nancy Lynda Tigauw
Editor: M. Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2019
Sumber: https://www.antaranews.com/berita/973560/bi-jaga-ketahanan-pangan