loading…
Hal itu diungkapkan Reni pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada hari ini. Menurut dia, harus ada upaya sistemik untuk meminimalisasi efek negatif gawai bagi anak serta menurunkan angka anak putus sekolah.
Penggunaan gawai oleh anak-anak Indonesia tanpa kontrol yang ketat dapat berdampak negatif dan mengancam masa depan anak-anak Indonesia.
Baca Juga:
“Ada dampak negatif yang ditimbulkan dari keberadaan gawai. Mulai akan menjadikan anak asosial, kurang bergerak hingga menimbulkan efek negatif bagi kesehatan anak,” kata Reni di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Reni menyebutkan, tidak sedikit anak-anak melakukan aksi kekerasan karena terinspirasi dari konten yang tersedia di gawai baik melalui game maupun video. Dia juga mencatat konten porno juga memungkinkan muncul dari gawai yang dipakai oleh anak-anak. Tidak hanya itu, gawai juga akan mengurangi daya hafal anak-anak.
“Dalam jangka waktu pendek bisa saja tidak akan dirasakan dampak negatifnya, tetapi dalam jangka waktu menengah dan panjang, gawai bakal merusak lahir dan batin bagi anak-anak,” ingat Reni.
Reni menyebutkan harus ada upaya sistemik agar tumbuhkembang anak tidak terganggu atas dampak negatif gawai bagi anak-anak. Menurut dia, hal tersebut membutuhkan kerja sama semua pihak agar anak-anak terhindari dari dampak negatif gawai.
“Langkah sistemik ini membutuhkan peran banyak pihak mulai dari orang tua, sekolah hingga lingkungan tempat tinggal,” tegas Reni.
Kendati demikian anggota DPR dari Sukabumi ini tidak menampik sisi positif gawai bagi anak. Menurut dia tidak sedikit konten yang terdapat di gawai juga positif bagi tumbuhkembang anak seperti soal pembelajaran dan hiburan yang edukatif bagi anak. “Meski harus kita akui, ada juga sisi positif gawai. Namun, penggunaan gawai harus dikelola oleh orang tua serta konten apa saja yang layak dilihat oleh anak-anak,” tambah Reni.
Di bagian lain, Reni juga menyoroti angka putus sekolah yang masih saja terjadi di Indonesia. Politisi PPP ini merujuk data Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 2017 yang mengungkapkan anak putus sekolah di pedesan masih dominan sebesar 1.43% dibanding di perkotaan sebesar 0,92%.
Angka putus sekolah tersebut didominasi di sekolah tingkat menengah atas sebesar 4,74% SD dan sederajat sebesar 0,32% serta SMP sebesar 1,54%. “Saya kira pemda harus memberi perhatian khusus atas angka putus sekolah ini dengan berkoordinasi dengan pemerintah desa di masing-masing daerahnya,” kata Reni.
Reni menyebut dari data BPS, sumbangan angka anak putus sekolah didominasi oleh Provinsi Papua sebesar 4,74%. Dia berharap pemerintah dapat memberi perhatian khusus untuk daerah-daerah yang banyak menyumbang putus sekolah.
“Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus memberi perhatian terhadap daerah-daerah yang paling banyak menyumbang angka putus sekolah,” ucap Reni.
(sco)
Sumber: https://nasional.sindonews.com/read/1422857/15/dpr-soroti-masalah-putus-sekolah-dan-penggunaan-gawai-oleh-anak-1563853250