Rasulullah SAW memberi teladan kepemimpinan yang terbaik
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Atik Fikri Ilyas
Di persinggahan suatu perjalanan Nabi SAW meminta sahabat-sahabatnya menyiapkan makanan dengan menyembelih seekor kambing. Seketika itu di beberapa orang dari sahabat itu berkata, ”Wahai Rasulullah, saya yang akan menyembelih kambing.” Yang lain mengatakan, ”Saya yang akan mengulitinya. Aku yang memasaknya,” sahut sahabat lain tidak mau ketinggalan berbakti kepada beliau.
Nabi tersenyum mendengar perkataan dan kesediaan para sahabat itu. Lalu beliau berkata, ”Aku yang akan mengumpulkan kayu bakarnya.”
Mendengar perkataan beliau, hampir serentak para sahabat berkata, ”Wahai Rasulullah, sudahlah engkau tidak usah bekerja.”
Nabi menimpali, ”Aku tahu kalian akan mencukupiku, tetapi aku membenci bila aku dilebihkan di antara kalian. Sesungguhnya Allah membenci hamba-Nya yang menginginkan diperlakukan istimewa di antara sahabat-sahabatnya.”
Demikianlah seorang pemimpin seharusnya. Setiap pemimpin perlu, bahkan harus meneladani kepemimpinan Nabi SAW. Meski sebagai pemimpin, bahkan sebaik-baiknya manusia, beliau tidak ingin dirinya terkesan khusus dari sesamanya.
Beliau selalu berusaha populis, merakyat. Juga, sebagai pemimpin beliau tidak hanya sebagai pemegang komando, ”tukang perintah”, tetapi beliau turut serta bekerja, berbaur bersama rakyatnya. Di antaranya terbukti beliau selalu hadir berperang bersama kaum Muslimin. Pun beliau tidak malu ikut serta mengangkat batu, menggali parit, ketika terjadi pada perang Khandak.
Selain itu, beliau menjauhi sikap otoriter. Beliau sering berdialog atau bermusyawarah dengan pengikutnya, menerima masukan atau ide dari bawahannya, seperti ide siasat pada perang Khandak. Oleh karena itu, menurut Abbas Mahmud Aqqad dalam bukunya Abqariah Muhammad SAW, di antara keistimewaan kepemimpinan Nabi SAW adalah beliau sangat menyayangi dan mengayomi orang lemah atau fakir miskin, dan populis. Beliau tidak segan atau tidak malu-malu mengayomi, bergaul dengan orang-orang kalangan kelas bawah, wong cilik.
Dalam suatu riwayat disebutkan beliau dengan senang hati makan bersama pembantunya, duduk-duduk, berbicara dengan budak-budak. Bahkan beliau menyatakan bahwa siapa yang tidak menyayangi orang-orang lemah, itu berarti di luar golongannya. Seperti disebutkan dalam sabdanya, ”Barang siapa tidak menyayangi yang lemah di antara kita dan tidak mengetahui hak orang-orang terhormat di antara kita, maka bukan termasuk golongan kami.”
Sikap-sikap kepemimpinan Nabi SAW itulah, di antaranya, yang menjadikan beliau sangat dicintai dan dihormati rakyatnya. Karena itu, seorang pemimpin yang ingin dicintai dan dihormati rakyatnya hendaknya tidak otoriter dalam mengambil keputusan. Sudah seharusnya siapapun pemimpin mengikuti konsep yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Sumber: https://khazanah.republika.co.id/berita/puueoi458/menjadi-pemimpin-yang-dicintai