KIBLAT.NET, Tripoli – Korban tewas akibat serangan udara milisi yang menamakan diri Tentara Nasional Libya pimpinan Khalifah Haftar pada Rabu (03/07/2019) bertambah menjadi 60 orang. Sementara korban luka-luka terdata sebanyak 130 korban.
Mayoritas para korban merupakan pengungsi yang menghuni shelter pengungsi di distrik Tajura, pinggiran Tripoli. Shelter tersebut menjadi penampungan imigran ilegal yang tertangkap saat mencoba menyeberang ke Eropa dari Afrika.
Sebelumnya, PBB mengatakan korban tewas berjumlah 44 orang. PBB menggambarkan bahwa serangan ini sudah masuk dalam taraf kejahatan perang.
Sebelumnya, Reuters mengutip dari pernyataan Malik Mersit, juru bicara Pusat Pengobatan dan Dukungan Lapangan, mengonfirmasi bahwa sebanyak 120 korban terbunuh atau terluka akibat serangan itu.
Ini merupakan jumlah korban tewas tertingi dalam serangan udara atau darat sejak milisi Haftar meluncurkan kampanye militer menyerang ibukota Tripoli, yang dikontrol oleh Pemerintah Rekonsiliasi Libya. Haftar menuduh pemerintahan yang diakui internasional itu pendukung kelompok teroris. Hal itu karena Pemerintah Rekonsiliasi bekerja sama dengan kelompok-kelompok bersenjata Islamis, khususnya afiliasi Ikhwanul Muslimin (IM).
Konflik menjadi bagian dari kekacauan di negara penghasil minyak dan gas sejak pemberontakan yang menggulingkan Muammar Gaddafi pada tahun 2011.
Pemerintah Rekonsiliasi mengutuk keras kejahatan keji di Tajura tersebut dalam sebuah pernyataan. Pernyataan itu juga menuduh pasukan Haftar yang melakukan serangan tersebut.
Foto-foto yang beredar menunjukkan para migran Afrika yang menjalani operasi di sebuah rumah sakit setelah serangan. Sementara yang lain berbaring di sebuah ranjang pasien, beberapa ditutupi debu dan yang lain dibalut.
Libya menjadi titik awal utama bagi para migran dari Afrika dan negara-negara Arab yang berusaha menuju Italia melalui jalur laut. Tapi Pengawal Pantai Libya, yang didukung oleh Uni Eropa, menghalangi mereka.
Para imigran yang tertangkap ditahan di shelter-shelter pengungsi yang dikelola pemerintah dalam suasana yang sering digambarkan oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia sebagai tidak manusiawi.
Di Tajura sendiri terdapat sejumlah kamp militer sekutu dengan pemerintah Libya yang diakui secara internasional.
Tentara nasional Libya mengatakan pada hari Senin bahwa pihaknya akan memulai serangan udara besar-besaran pada sasaran-sasaran di Tripoli setelah "mengerahkan semua sarana tradisional" perang.
Seorang pejabat milisi Haftar tidak mengakui bahwa pasukannya telah menargetkan shelter pengungsi di Tajura. Ia balik menuduh faksi sekutu dengan pemerintahan di Tripoli membom shelter tersebut setelah tentara nasional melakukan serangan udara yang menghantam sebuah kamp.
Serangan ini terjadi beberapa hari setelah Haftar kehilangan kota strategis di dekat Tripoli. Kekalahan itu membuat Haftar murka. Ia pun bermanuver mengancam Turki dan segala kepentingan di Libya. Turki selama ini dikenal pendukung Pemerintah Rekonsiliasi.
Sumber: alkhaleejonline.net
Redaktur: Sulhi El-Izzi
Sumber: https://www.kiblat.net/2019/07/04/penampungan-imigran-di-libya-jadi-target-serangan-60-tewas/