loading…
Berdasarkan data yang diterima, dari total belanja Rp5.934.434.605.773, anggaran yang diserap hingga pekan kedua Juni baru mencapai Rp1.408.854.951.823 atau hanya 23,74 persen. Serapan anggaran itu bahkan sama buruknya dengan persentase pengerjaan kegiatan fisik, di antaranya infrastruktur yang baru mencapai 18,37 persen.
Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Evaluasi Penyerapan Anggaran, Bagian Administrasi Sekretariat Daerah Kabupaten Bekasi, Widi Mulyawan mengatakan, angka itu jauh dari target yang ditetapkan yakni Rp3.881.355.244.011 atau 65,40 persen.
Baca Juga:
“Data itu hasil rangkuman kami hingga akhir bulan lalu,” katanya di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (2/7/2019).
Menurutnya, buruknya serapan anggaran itu terbagi dalam dua jenis penggunaan yakni belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pada belanja tidak langsung, anggaran yang dialokasikan sebesar Rp2.845.768.869.119. Dari jumlah tersebut, target penyerapan hingga pekan kedua Juni sebesar Rp1.477.991.435.799 atau 51,94 persen.
Namun yang terserap Rp1.029.314.732.235 atau 36,17 persen. Untuk belanja langsung, anggaran yang dialokasikan sebesar Rp3.088.755.736.654 dengan target serapan hingga pekan kedua Juni sebesar Rp2.403.363.808.212 atau 77,81 persen. Hanya, pada realisasinya anggaran yang terserap hanya Rp379.540.219.588 atau 12,29 persen.
Rendahnya serapan belanja langsung membuat persentase pengerjaan kegiatan fisik buruk. Dari 4.432 kegiatan fisik, yang baru terealisasi hanya 18,37 persen. Rendahnya serapan anggaran itu menyebabkan terjadinya selisih dari target dan realisasi sebesar Rp2.472.500.292.188 atau 41,66 persen.
Widi menjelaskan, dibandingkan tahun sebelumnya, kondisi ini relatif tidak jauh berbeda. Biasanya serapan anggaran rendah salah satunya dari OPD yang kurang tepat menetapkan rencana kerja sehingga targetnya tidak tercapai. Untuk itu, penyerapan anggaran tahun ini diminta untuk segera dimaksimalkan.
Ironisnya, jika diurutkan berdasarkan OPD, serapan terendah justru terdapat pada intansi yang selalu mendapat porsi anggaran terbesar yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Pada APBD 2019, dinas yang bertugas pada pembangunan infrastruktur itu mendapat anggaran Rp727.083.439.000, terbesar dari OPD lainnya.
Akan tetapi hingga pekan kedua Juni, anggaran yang berhasil mereka serap hanya Rp4.299.974.995 atau 0,59 persen dengan pekerjaan fisik yang telah terealisasi hanya 3,82 persen. Jumlah itu jauh dari target yang mereka tetapkan yakni Rp202.111.428.700 atau 27,48 persen dengan pengerjaan fisik 66,62 persen.
Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja mengintruksikan semua OPD segera memaksimalkan penyerapan anggaran mengingat penyerapan anggaran hanya tinggal beberapa bulan saja.
“Kita akan segera maksimalkan penyerapan, kita juga sudah intruksikan semua OPD agar bekerja maksimal hingga akhir tahun,” katanya.
Saat ini, Dinas PUPR merupakan OPD yang beroleh anggaran terbesar. Namun, serapan anggarannya justru terbilang paling rendah. Sejak kepala dinas terdahulunya, Jamaludin ditangkap KPK bersama mantan Bupati Neneng Hasanah Yasin serta sejumlah pejabat lainnya tahun lalu, Dinas PUPR tidak memiliki kepala dinas definitif.
Bahkan, pada rotasi yang dilakukan pekan lalu, Eka Supria Atmaja justru membiarkan posisi kepala Dinas PUPR tetap tidak berpenghuni. Serapan rendah lainnya di Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Pertanahan. Anggaran terbesar kedua setelah Dinas PUPR memiliki anggaran Rp 524 miliar tetapi yang baru terserap hanya Rp 34,6 miliar atau 6,60 persen.
Sementara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi melancarkan rekomendasi tegas terhadap kinerja pemerintah daerah. Salah satunya untuk mengganti jajaran OPD. Rekomendasi itu disampaikan setelah serapan anggaran yang dilakukan Pemerintah (Pemkab) Bekasi rendah.
Parahnya, hal itu terjadi di setiap tahun anggaran. Teranyar, karena banyak anggaran tidak digunakan, sisa lebih pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2018 menembus angka Rp1.029.219.164.178.
“Kita minta Bupati untuk segera mengevaluasi OPD yang tidak mampu melaksanakan kegiatan,” kata Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Jejen Sayuti.
Menurutnya, fenomena rendahnya penyerapan anggaran itu sering terjadi pada setiap tahunya. Untuk itu, Bupati Bekasi harus tegas mengevaluasi OPD yang setiap tahunya mengalami serapa rendah.
“Jika akhir tahun serapanya dibawah 70 persen, kepala dinasnya wajib meninggalkan jabatanya,” tegasnya.
Jejen menjelaskan, serapan anggaran dinilai penting karena berkaitan dengan tercapainya program yang dicanangkan setiap kedinasan, terutama yang berkaitan langsung dengan masyarakat. Misalnya untuk membangun beberapa sekolah anggaran Rp 10 miliar, kemudian yang terserap hanya Rp5 miliar, berarti ada sekolah yang tidak dibangun.
Namun, serapan anggaran pada sektor urusan wajib pelayanan dasar sebenarnya dalam kategori baik yakni terserap sebanyak 77,80 persen. Urusan wajib itu terdiri atas pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, ketentraman serta ketertiban umum dan sosial.
Meski serapan terbilang baik, namun anggaran yang tidak digunakan relatif tinggi. Dari alokasi Rp2,3 triliun, hanya terserap Rp1,83 triliun atau terdapat Rp522,7 miliar anggaran yang tidak digunakan. Padahal, jika dikonversikan di sektor pendidikan, anggaran yang tidak terserap itu dapat digunakan untuk membangun sedikitnya 300 gedung sekolah dasar.
(mhd)
Sumber: https://metro.sindonews.com/read/1416769/171/sisa-4-bulan-serapan-anggaran-2019-bekasi-masih-rendah-1562063018