Informasi dan kebijakan yang keluar ke publik tidak bias apalagi ditafsirkan berbeda.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota DPD Fahira Idris mengkritik pola komunikasi PLN. Pekan ini publik dikejutkan dengan mati listrik massal (blackout) yang melanda Jakarta, Banten, Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah sejak Ahad pukul 11.45 WIB.
Menurut Fahira, institusi seperti PLN yang core business melayani kebutuhan dasar manusia, komunikasi krisis adalah kunci pelayanan. Menurut dia, cara penyampaian informasi berbeda saat situasi normal dan situasi krisis. Pada situasi krisis semua informasi yang keluar terutama dari pejabat publik yang memiliki otoritas harus memiliki 'sense of crisis'.
“Sehingga semua informasi dan kebijakan yang keluar ke publik tidak bias apalagi ditafsirkan berbeda-beda,” sarannya.
Menurut Fahira, penyampaian informasi saat kondisi tidak normal seperti pemadaman massal listrik yang tiba-tiba kemarin harus mempunyai strategi dan menajemen atau sering disebut komunikasi krisis. Ini agar semua informasi, kebijakan, dan tindakan yang dilakukan PLN untuk menangani krisis semuanya terukur dan tepat. Dengan begitu, publik terutama mereka yang terdampak tenang dan merasa terlindungi.
Fahira melanjutkan salah satu strategi yang harus ditempuh adalah keseragaman informasi, data dan menetapkan satu orang juru bicara. Lewat juru bicara inilah semua informasi terkait sebab pemadaman dan penangannya disampaikan ke publik.
Kemudian jika ada stakeholder terkait lain yang ingin menyampaikan informasi harus berkoordinasi dengan PLN dan disampaikan di forum yang sama. "Publik dibuat bingung. Terlalu banyak 'mulut' baik dari PLN maupun institusi diluar PLN yang bersuara mengenai sebab pemadaman. Ini menjadi persoalan karena informasinya berbeda-beda,” kata Fahira
Sumber: https://republika.co.id/berita/pvyero368/anggota-dpd-sarankan-pln-perbaiki-komunikasi-saat-krisis