Kondisi Rakhine dinilai belum sepenuhnya aman bagi repatriasi Rohingya.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Organisasi Burma Human Rights Network (BHRN) meminta PBB, Uni Eropa, dan ASEAN menetapkan syarat-syarat bagi proses repatriasi pengungsi Rohingya. Satu di antaranya adalah status kewarganegaraan.
"Langkah-langkah ini harus mencakup status kewarganegaraan bagi Rohingya, sebuah mekanisme yang berfungsi untuk memastikan keselamatan mereka yang kembali, pertanggung jawaban para tokoh yang militer yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, dan sebuah rencana konkret untuk mengembalikan Rohingya ke desa asa mereka serta properti mereka dipulihkan atau diganti sepenuhnya jika mereka dihancurkan militer," kata BHRN dalam sebuah pernyataan pada Selasa (20/8), dikutip laman Anadolu Agency.
BHRN mengatakan, perjanjian repatriasi pernah direncanakan sebelumnya. Namun hal itu menuai perlawanan dan penentangan dari penduduk Rohingya. Sebab mereka menilai kondisi di Negara Bagian Rakhine belum sepenuhnya aman. Di sisi lain, Myanmar juga masih enggan menjamin status kewarganegaraan Rohingya.
Presiden Rakhine Solidarity Organization (RSO) Mohammad Ayyub mengatakan, sejauh ini belum ada pemulangan pengungsi Rohingya. Menurutnya, para pemimpin pengungsi Rohingya belum ada yang diajak berkonsultasi dan tidak mengetahui mengenai proses tersebut.
Dia mendesak agar hak asasi manusia dan sipil Rohingya dipulihkan sebelum repatriasi dilakukan. "Myanmar harus segera menghentikan kekerasan dan pembersihan etnis di Negara Bagian Rakhine segera dan secara permanen memulai proses repatriasi," kata Ayyub.
Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dan otoritas Bangladesh dilaporkan telah memulai konsultasi untuk memulangkan sedikitnya 3.000 pengungsi Rohingya. "Survei dimulai hari ini," kata juru bicara UNHCR di Cox's Bazar Louise Donovan pada Selasa.
Sebelum repatriasi dilakukan, UNHCR memang terlebih dulu melakukan wawancara dengan para pengungsi. "Mereka akan diminta untuk mengisi formulir pemulangan sukarela," ujar Donovan.
Bulan lalu, delegasi Myanmar yang dipimpin Menteri Permanen untuk Urusan Luar Negeri U Myint Thu melakukan pertemuan dengan perwakilan pengungsi Rohingya di Cox's Bazar. Mereka bertemu untuk membahas tentang repatriasi. Namun, pertemuan itu gagal menghasilkan kesepakatan.
“Mereka (Pemerintah Myanmar) masih belum setuju untuk mengubah Undang-Undang Kewarganegaraan 1982 yang kontroversial untuk memberikan hak kewarganegaraan kepada Rohingya dan mereka ingin kami kembali sebagai migran baru atau pendatang baru,” kata salah satu dari 35 perwakilan Rohingya yang berpartisipasi dalam pembicaraan tersebut.
Dia mengungkapkan bahwa delegasi Myanmar menawari para pengungsi kartu yang akan mengidentifikasi mereka sebagai pendatang atau migran baru. “Ini bukan hal baru bagi kami. Jika kami menyetujui proposal ini, berarti kami kembali menjadi mengsa pihak berwenang Myanmar,” ucapnya.
Sumber: https://internasional.republika.co.id/berita/pwjapm382/pbb-diminta-jamin-status-kewarganegaraan-pengungsi-rohingya