Konsumsi dalam negeri masih menjadi penyelamat pertumbuhan ekonomi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lembaga riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan, laju pertumbuhan ekonomi kuartal II 2019 menunjukkan kondisi waspada. Hal itu tercermin dari angka pertumbuhan yang mengalami penurunan dari kuartal I ke kuartal II. Pertumbuhan ekonomi kuartal III, menjadi penentu krisis tidaknya ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2019 hanya 5,05 persen, turun dibanding kuartal I 2019 sebesar 5,07 persen. Kondisi tersebut dinilai anomali. Sebab berdasarkan tren tahunan, pertumbuhan kuartal II selalu mengalami peningkatan.
Terlebih, kuartal II yang jatuh pada bulan April-Juni terdapat momen Ramadhan dan Lebaran, serta tahun politik dimana semestinya terjadi kenaikan pegerakan ekonomi.
“Ini sudah warning. Gejala krisis ekonomi akan terlihat kalau di kuartal III nanti pertumbuhan di bawah 5,05 persen. Itu sudah pasti bahaya,” kata Direktur Eksekutif Indef, Ahmad Tauhid kepada Republika.co.id, Senin (12/8).
Tauhid menuturkan, capaian pertumbuhan kuartal II jauh dari harapan sehingga pemerintah harus mewaspadai pertumbuhan di kuartal III. “Ini sinyal buruk. Pemerintah harus waspada. Bisa saja pertumbuhan turun ke bawah 5 persen,” ujarnya menambahkan.
Menurut Tauhid, tingkat konsumsi domestik sejauh ini masih cukup baik dan menjadi penyelamat pertumbuhan ekonomi domestik. Hanya saja, secara agregat konsumsi dalam negeri dalam kondisi yang tidak sehat. Sebab, laju investasi justru mengalami kebalikan dari konsumsi dalam negeri.
Mengutip data BPS, investasi yang dicerminkan dari pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) kuartal II hanya 5,01 persen. Angka itu lebih rendah dibanding kuartal I 2019 sebesar 5,03 persen maupun kuartal II 2018 yang tembus 5,85 persen.
Di sisi lain, aliran investasi asing yang masuk ke sektor riil juga tercatat turun 2,8 persen di kuartal II tahun ini. “Investasi kita makin turun drastis, ini mencermintkan kondisi dalam negeri yang tidak baik. Dukungan perbankan dan kebijakan moneter tidak mendukung kenaikan investasi,” ujarnya.
Selain dari sisi domestik, Tauhid menggarisbawahi situasi eksternal yang memang tidak kondusif. Hal itu terlihat dari kondisi ekspor-impor yang terus turun sehingga ekonomi Indonesia makin tertekan.
Pada kuartal III mendatang, Tauhid mengatakan, tidak ada momentum yang akan membuat ekonomi dalam negeri makin bergerak. Hanya konsumsi dari pemerintah sendiri yang bisa menggenjot pertumbuhan.
“Kenaikan pertumbuhan hanya mengandalkan konsumsi pemerintah. Jika tida bisa otomatis ekonomi kita akan anjlok,” ujarnya.
Sumber: https://republika.co.id/berita/pw4hbk370/pertumbuhan-ekonomi-kuartal-iii-jadi-penentu-krisis