Ustaz Abdul Somad menyingkap makna di balik tiap rukun haji
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ustaz Abdul Somad (UAS) berharap jamaah haji, khususnya yang berasal dari Indonesia, dapat menunaikan rukun Islam kelima itu secara sempurna.
Seperti diketahui, sejak Sabtu (10/8) lalu penyelenggaraan ibadah haji mulai mencapai puncaknya. Jutaan kaum Muslimin telah mengenakan ihram di Tanah Suci. Selanjutnya, mereka melaksanakan wukuf di Padang Arafah pada 9 Dzulhijjah.
Begitu sudah memakai ihram, jamaah dilarang melakukan sejumlah hal. Misalnya, mengenakan pakaian berjahit bagi laki-laki. Jamaah juga diperintahkan agar tidak memakai wangi-wangian, tidak menutup kepala, tidak memotong kuku, dan tidak mencukur. Mereka mesti menjaga setiap helai bulu agar jangan sampai terlepas dari kulit, baik itu bulu tangan, ketiak, rambut, kumis, jenggot, dan lain-lain.
Menurut UAS, ada pesan tersirat dari ketentuan tersebut. Bila di Tanah Suci jamaah takut bila rambut atau kukunya berguguran, maka sesampainya di Tanah Air rasa takut itu hendaknya tetap terpatri dalam diri mereka, yakni takut melakukan perbuatan-perbuatan keji dan mungkar yang dilarang Allah SWT.
“Dalam haji, takut rambut gugur, takut kuku patah, takut dan lain-lain. Maka ibadah ini menanamkan di dalam diri jamaah rasa takut kepada Allah. Setelah pulang, kembali ke Tanah Air, mereka takut melakukan pungli (pungutan liar –Red). Takut korupsi. Takut curang,” kata Ustaz Abdul Somad dalam sambungan telepon kepada Republika.co.id, Senin (12/8).
Tambahan pula, Padang Arafah dapat dimaknai sebagai miniatur Padang Mahsyar. Saat Hari Kiamat, semua manusia sejak Nabi Adam AS hingga insan terakhir akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Tidak ada satu manusia pun yang luput dari keadilan-Nya.
Karena itu, lanjut UAS, wukuf sejatinya mengingatkan setiap Muslim agar meninggalkan sifat-sifat sombong, termasuk ketika nanti kembali ke Tanah Air.
“Wuquf di Arafah. Semua atribut dilepas. Inilah miniatur Padang Mahsyar. Maka setelah pulang, jamaah hendaknya tidak sombong. Merasa sama dengan sesama kaum Muslimin. Hendaknya rendah hati, selalu ingat mati, siapkan bekal untuk akhirat. Dunia tempat menanam. Tetaplah berbisnis, tetapi jangan lupa untuk membangun masjid, sekolah gratis, dan lain-lain sebagai bekal menuju kematian,” papar UAS.
Satu prosesi yang mesti dilakukan tiap jamaah haji ialah melontar jumrah. Ini mengikuti jejak Nabi Ibrahim AS yang teguh pada pendiriannya, melaksanakan perintah Allah SWT. Sang Khalilullah itu mengusir setan yang berkali-kali merayunya untuk meninggalkan perintah Ilahi.
UAS mengingatkan, melontar jumrah adalah simbol permusuhan dengan setan. “Putuslah hubungan dengan setan (tidak mengikuti bujuk-rayu setan –Red). Bertaubat. Setelah pulang, mohon jangan disambung kembali dengan mengikuti (rayuan) setan,” kata dia.
Usai wukuf di Arafah, jamaah haji akan melakukan tawaf, yakni mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran. Dai kelahiran Asahan, Sumatra Utara, ini menjelaskan, rukun haji ini memiliki makna regenerasi.
Dari Arafah, lautan manusia bergerak menuju pusat kiblat umat Islam itu. Satu gelombang tawaf usai, maka akan datang gelombang berikutnya sehingga Masjid al-Haram selalu ramai. Demikian tak henti-henti.
Jamaah haji diingatkan tentang pentingnya menumbuhkan generasi yang sehat fisiknya, kuat mentalnya, dan teguh imannya saat kembali ke keluarga dan lingkungan masing-masing.
“Tawaf, keliling tak henti. Maknanya, hidup terus berputar. Kelak ketika kita meninggal, peran kita pun selesai, dilanjutkan generasi yang akan datang,” kata peraih anugerah Tokoh Perubahan Republika 2017 itu.
Usai tawaf, jamaah haji akan melakukan sa’i, yakni perjalanan tujuh kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwa. Ini sesungguhnya mengikuti teladan Siti Hajar yang berlari-lari mencari air untuk putranya tercinta, Nabi Ismail AS yang saat itu masih bayi. UAS menuturkan, jamaah hendaknya menghayati perjuangan istri Nabi Ibrahim AS itu yang pantang menyerah, terus berupaya dalam berbuat kebajikan.
“Dari Safa ke Marwa Siti Hajar mencari air. Justru air didapat dari telapak kaki Ismail yang tidak berjalan. Maknanya, jamaah haji ketika nanti setelah pulang ke Tanah Air, giat berusaha. Walau hasil belum tentu dari usaha itu, tetaplah yakin akan pertolongan Allah,” ujar alumnus S-1 Universitas al-Azhar (Mesir) itu.
Usai sa’i, jamaah haji akan melaksanakan tahallul. Dengan tahallul, apa-apa yang sebelumnya tidak boleh saat mereka berihram, menjadi halal (boleh). Tiap jamaah yang bertahallul minimal mencukup tiga helai rambut.
“Tahallul, yakni cukur rambut. Sesudah itu, tumbuh rambut baru. Kembali ke Tanah Air, bawalah semangat baru. Jangan berputus asa dari rahmat Allah,” ucap alumnus S-2 Darul Hadis (Maroko) itu.
“Sebab, seorang haji ialah pembuat perubahan, agent of change, di tengah masyarakatnya. Mereka berperan sebagai agen perubahan umat,” kata sosok yang kini sedang menempuh studi S-3 di Omdurman Islamic University (OIU), Sudan.
Sumber: https://khazanah.republika.co.id/berita/pw3u6o458/ustaz-abdul-somad-sampaikan-pesan-hikmah-untuk-jamaah-haji