Berita Seputar Teknologi, Kesehatan dan Olah Raga

Pages

Boeing Segera Cairkan Kompensasi Rp2 Miliar per Korban

loading…

CHICAGO – Keluarga para korban jatuhnya pesawat Boeing 737 Max-8 milik Lion Air di perairan Karawang, Jawa Barat, 29 Oktober tahun lalu, akan mulai membayar dana kompensasi sebesar USD144.500 (Rp2 miliar) per korban. Secara total, The Boeing Company menyiapkan dana sebesar USD50 juta (Rp705 miliar) untuk 304 keluarga korban dalam dua kecelakaan 737 Max di Indonesia dan satu kejadian lagi di Ethiopia.

Pada Juli lalu, Boeing pernah berkomitmen akan menggelontorkan dana senilai total USD100 juta (Rp1,4 triliun). Namun, dana itu dialokasikan untuk kebutuhan lain. "Kami membaginya menjadi dua. Separuh untuk keluarga korban dan separuh lagi untuk mendukung pendidikan dan pemberdayaan ekonomi di lingkungan masyarakat yang terdampak kecelakaan," demikian pernyataan resmi Boeing, dikutip CNN.

Keputusan itu diambil setelah Boeing berkonsultasi dengan Jaksa Kenneth Feinberg dan koleganya Camille Biros terkait pengelolaan yang tepat dan efisien. Menurut CEO Boeing, Dennis Muilenburg, pemberian kompensasi merupakan langkah terpenting yang dapat dilakukan untuk membantu keluarga korban. "Tragedi 737 Max memukul kami semua. Kami mengucapkan duka cita yang mendalam terhadap korban dan bersimpati terhadap keluarga korban," ujar Muilenburg.

Baca Juga:

Sekadar mengingatkan, Boeing 737 Max-8 Lion Air PK-LQP bernomor penerbangan JT 610 yang jatuh di Laut Jawa sebelah utara Karawang, baru saja lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Depati Amir, Pangkalpinang. Pesawat itu membawa 189 penumpang termasuk pilot, kopilot dan lima pramugari. Sementara itu, para keluarga korban dalam kasus di Ethiopia mengaku belum puas dengan langkah yang sejauh ini sudah dilakukan Boeing. Hal itu dikatakan yang mewakili

Bob Clifford yang mewakili puluhan keluarga korban mengatakan, kompensasi yang ditawarkan Boeing tidak jujur dan tidak jelas. Menurut dia, jika Boeing berkeinginan memberikan bantuan kepada keluarga korban, mereka seharusnya bekerja sama dengan mitra asuransi Ethiopian Airlines sehingga prosesnya mudah dan cepat. Kini, semuanya menjadi sulit.

Senada dengan Clifford, di hadapan Kongres, Michael Stumo, ayah salah satu korban tewas kecelakaan 737 Max di Ethiopia, menuding bahwa pengumuman awal pemberian kompensasi senilai USD100 juta di media massa pada Juli seperti akal-akalan kehumasan. "Mereka tidak pernah menghubungi dan berdiskusi dengan kami apa yang sebenarnya kami butuhkan," katanya.

Boeing pernah menyatakan keluarga korban yang menerima kompensasi tidak harus membatalkan hak menuntut perusahaan melalui jalur hukum. Namun, Boeing menolak berkomentar terkait gugatan yang sedang berjalan. Setidaknya tuntutan itu terjadi di Indonesia, Amerika Serikat (AS), Ethiopia, dan Prancis.

Seorang perempuan janda di Prancis, Nadege Dubois-Seex, menuntut Boeing senilai USD276 juta (Rp3,8 triliun). Suaminya, Jonathan Seex, tewas dalam kecelakaan 737 Max-8 di Ethiopia. Nadege mengatakan kecelakaan itu dapat dihindari dan menuduh Boeing tuli terhadap peringatan dari kecelakaan di Indonesia.

Boeing tidak hanya mendapatkan tekanan dari keluarga korban, tapi juga investor, pejabat tinggi, dan otoritas terkait. Kongres AS juga memanggil pejabat Badan Penerbangan Federal (FAA) AS yang bertanggung jawab mengeluarkan surat izin penerbangan 737 MAX tanpa melampirkan panduan latihan ekstensif.

Terlepas dari panggilan Kongres, FAA sebelumnya menyebarkan pemberitahuan kepada otoritas penerbangan global untuk memasang perangkat lunak penerbangan otomatis terbaru Boeing di dalam sistem 737 MAX. Mereka juga mendesak pihak pertama dapat memberikan latihan khusus kepada para calon pilot.

Kementerian Transportasi AS juga akan menyelidiki surat dan proses perizinan pesawat 737 MAX yang dikeluarkan FAA karena dikhawatirkan terjadi penyimpangan. Karyawan FAA yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan setidaknya sekitar tujuh tahun yang lalu Boeing terlalu banyak melompati prosedur.

Sebagian perangkat lunak alat kendali-penerbangan dicurigai memiliki sertifikat bodong. Sejauh ini, Kementerian Transportasi dan Boeing menolak berkomentar terkait penyelidikan itu. Pada akhir pekan lalu, FAA menyatakan setifikasi program 737 MAX dikeluarkan sesuai dengan proses standar sertifikasi nasional.

Seorang insinyur yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan pengembang 737 MAX tidak menjelaskan secara detail kekurangan perangkat lunak alat kendali-pesawat di dalam Safety Analysis System yang dikirimkan kepada FAA. Mereka juga gagal menyebutkan bagaimana sistem melakukan reset.

Ahli teknis FAA yang juga tidak ingin disebutkan namanya mengatakan manajer memaksa mereka melakukan percepatan proses sertifikasi mengingat MAX berada sembilan bulan di belakang Airbus SE A320 Neo. Mantan Kepala Penyelidikan Kecelakaan FAA, Steve Wallace, mengatakan FAA kekurangan bujet.

Pilot AS yang disiapkan untuk menerbangkan 737 MAX-8 dilaporkan menjalani latihan lebih panjang dibanding biasanya. Juru Bicara Serikat Pilot American Airlines, Dennis Tajer, mengatakan sejak tragedi Lion Air, pilot MAX-8 mendapatkan bimbingan lebih banyak. Selain itu, mereka selalu menuntut simulasi langsung.

Pilot MAX-8 juga memperoleh buku panduan setebal 13 halaman, sekalipun mereka berpengalaman menerbangkan serie 737-800. Hal ini dilakukan karena pesawat terbaru memiliki sistem yang berbeda. "Pelatihan itu diperlukan untuk mengetahui bagaimana mengatasi MCAS dalam berbagai situas," ungkap FAA kepada Quartz.

Pilot berpengalaman Inggris Chris Brady mengatakan Boeing perlu memperlihatkan sistem error MCAS dan simulasi yang sangat lengkap. "Sebab, ketika di dalam kokpit seperti dalam kasus Lion Air, pilot telah melihat semua indaktor mengalami masalah dan panik. Mana yang harus diatasi terlebih dahulu?" katanya.

(don)

Sumber: https://international.sindonews.com/read/1442872/42/boeing-segera-cairkan-kompensasi-rp2-miliar-per-korban-1569373154


close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==
KODE DFP 2
KODE DFP 2