Kementan mengharmonisasi ASEAN GAP di bidang hortikultura.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hadirnya perdagangan bebas di era globalisasi menuntut semua pihak untuk meningkatkan kualitas produk. Hanya produk berkualitas secara mutu saja yang dapat keluar masuk dari dan ke suatu negara.
Saat ini pemerintah sedang menyesuaikan standar mutu pertanian yang berlaku sesuai dengan standar ASEAN. Dalam dunia pertanian, standar mutu yang berlaku meliputi teknik budidaya yang baik dan benar (Good Agricultural Practices /GAP), penanganan pasca panen (Good Handling Practices/GHP), pengolahan (Good Manufacturing Practices (GMP). Selain ke tiga komponen di atas, unsur pendistribusian (Good Distribution Practices) produk hingga ke tangan konsumen juga menjadi poin penting.
ASEAN GAP merupakan standar GAP yang mengontrol proses produksi pangan bagi anggota ASEAN. ASEAN GAP dibentuk untuk meningkatkan harmonisasi program GAP di antara negara-negara anggota ASEAN. Ini mencakup produksi, panen dan penanganan pasca panen buah dan sayuran segar.
Panduan ini dirancang untuk membantu para produsen, pebisnis, pemerintah, stakeholder dan pihak lainnya untuk memahami praktik yang diperlukan untuk menerapkan Modul Keamanan Pangan ASEAN GAP.
GAP merupakan teknis penerapan sistem sertifikasi proses produksi pertanian menggunakan teknologi maju, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Penerapan ini dapat menjamin sehingga produk panen konsumi. GAP telah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2003. Secara berangsur, negara-negara tujuan ekspor mewajibkan semua produk bahan pangan memiliki sertifikat GAP.
ASEAN-GAP menekankan terhadap empat komponen. Pertama, keamanan konsumsi pangan. Kedua, pengelolaan lingkungan dengan benar. Ketiga, keamanan, kesehatan dan kesejahteraan pekerja lapang. Keempat, jaminan kualitas produk dan dapat ditelusuri.
GAP menuntut para produsen menghasilkan produk aman konsumsi, berkelanjutan dan menjamin keselamatan para pekerjanya untuk menghasilkan produk yang benar-benar berkualitas. Tak hanya menghasilkan produk berkualitas, namun juga mampu meminimalisir pencemaran lingkungan. Apabila produk pertanian yang dihasilkan hendak bersaing di era perdagangan bebas, maka memiliki sertifikat GAP adalah sebuah kewajiban.
Indonesia mengirimkan penyesuaian Indo GAP disertai Self Assessment kepada Chairperson Expert Working Group (EWG) ASEAN-GAP dan Sekretariat ASEAN. Untuk itu Ditjen Hortikultura tengah menyusun draf Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) berjudul Pedoman Budidaya, Pascapanen dan Pengolahan Hortikultura yang Baik (Good Horticulture Practices).
"Kebun-kebun yang telah menerapkan Good Horticulture Practice, perlu disertifikasi baik oleh Pemerintah maupun lembaga sertifikasi berkompeten. Tentunya registrasi berupa pendataan kelompok tani yang telah sudah menerapkan GAP," ujar Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufik.
Kementerian Pertanian melakukan pembinaan, bimbingan kepada pelaku usaha sebelum masa berlaku sertifikatnya habis. Termasuk pelaksanaan sekolah lapang (SL) GAP untuk menambah pengetahuan dan keterampilan pelaku usaha juga fasilitasi penyusunan dokumen sistem mutu.
Berdasarkan data Ditjen Hortikultura, packing house yang sudah diregistrasi sebanyak 49 pelaku usaha untuk komoditas salak, manggis, pisang dan sayuran. Sementara khusus eksportir buah manggis ada 42 packing house dengan tujuan ke Cina. Packing house yang tidak berlaku sebanyak 6 pelaku usaha, 1 harus segera diperpanjang kembali masa berlakunya. Pelaku usaha yang sudah menerapkan Good Manufacturing Practices ( GMP) sejauh ini berjumlah empat perusahaan.
Terhadap inisiasi penyususunan Good Horticulture Practice (GHP) maupun penyelarasan ASEAN GAP nantinya harus dapat mengakomodir sertifikasi GAP berbasis perorangan maupun kelompok.
"Tentunya, peran serta Dinas Pertanian Provinsi, Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat dan Daerah (OKKPP/OKKPD), perguruan tinggi dan pihak swasta sangat diperlukan dalam penerapan Good Horticulture Practice. Tujuannya agar produk hortikultura kita dapat berdaya saing dan ekspor semakin meningkat," kata Yasid.
Berdasarkan data Direktori OKKPP 2018, terdapat 1162 pelaku usaha yang produk hortikulturanya memiliki sertifikasi GAP kategori Prima 3 (aman dikonsumsi) dan 24 pelaku usaha yang produk hortikulturanya sertifikasi GAP kategori Prima 2 (aman dan bermutu). Sementara kebun bersertifikasi GAP untuk Provinsi Gorontalo berjumlah 4 (semua berlaku), Provinsi Sumsel berjumlah 7 ( semua berlaku), Provinsi Banten berjumlah 11 ( semua berlaku), Provinsi Bali berjumlah 6 (semua berlaku), Provinsi Bengkulu berjumlah 11 ( semua berlaku) dan Jawa Barat berjumlah 28 (10 berlaku, 18 tidak berlaku).
Sumber: https://republika.co.id/berita/py2ccm368/indonesia-sesuaikan-standar-mutu-pertanian-di-tingkat-asean