Jangan buru-buru buang pakaian, permak dulu agar sampah fesyen tak tambah banyak.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Industri pakaian menghasilkan sekitar 300 ribu ton baju yang berakhir di tempat sampah rumah tangga setiap tahun. Sekitar 80 persen dari sampah ini dibakar dan sekitar 20 persen sisanya berakhir di tempat pembuangan akhir.
WRAP mengungkapkan jumlah pakaian yang berakhir di tempat pembuangan sangat besar. Bila ditotal, pakaian-pakaian ini diperkirakan memiliki nilai sebesar 140 juta euro atau sekitar Rp 2,2 triliun.
Ketua Zero Waste Week Rachelle Strauss melihat cukup banyak orang yang mudah membuang pakaian mereka hanya karena ada kerusakan kecil, seperti kancing copot. Padahal, kerusakan-kerusakan kecil pada pakaian sebenarnya bisa diperbaiki dengan mudah melalui teknik menjahit atau merajut yang sederhana.
“Jika kita melihat nenek-nenek kita, mereka tidak akan berpikir dua kali untuk menjahit kancing yang copot, memperbaiki hem, atau menambal kaus kaki,” ujar Strauss seperti dilansir Telegraph.
Oleh karena itu, Strauss kembali menggaungkan gerakan ‘Make Do And Mend’. Melalui gerakan ini, Strauss mengajak orang-orang untuk mulai memperbaiki kembali baju-baju yang rusak, alih-alih membuangnya.
Ajakan ini mendapatkan sambutan yang baik dari Labour MP Wakefield Mary Creagh. Creagh mengatakan menjahit dan memperbaiki baju merupakan kemampuan yang akan berguna sepanjang hidup. Memperbaiki kembali baju yang rusak tak hanya dapat mengurangi sampah pakaian di lingkungan, tetapi juga dapat menghemat biaya.
“Dan memberikan kepuasan karena merasakan sendiri kreativitas (saat berhasil menjahit),” jelas Creagh.
Selain memperbaiki baju yang rusak, cara lain untuk menekan jumlah sampah pakaian di lingkugan adalah menyewa baju. Menyewa baju memungkinkan seseorang untuk tetap tampil modis dan selalu berganti pakaian tanpa harus menumpuk koleksi baju yang akhirnya terbuang sia-sia.
Sumber: https://gayahidup.republika.co.id/berita/pxl9ru414/tekan-sampah-emfesyenem-gerakan-permak-pakaian-digulirkan