Berita Seputar Teknologi, Kesehatan dan Olah Raga

Pages

Kehidupan Masyarakat di Wilayah Kekuasaan Taliban (Bag. 2)

KIBLAT.NET – Tujuh belas tahun setelah Imarah Islam (Taliban) digulingkan menyusul invasi militer besar-besaran oleh Barat pimpinan AS ke Afghanistan pada bulan Oktober 2001, Taliban terus berperang dan kembali menguasai sejumlah wilayah secara signifikan. Hingga kini Afghanistan masih terjerumus ke dalam konflik berkepanjangan, termasuk beberapa tahun terakhir dimana kita menyaksikan serangkaian aksi serangan berdarah dan mematikan.

Namun sejak musim panas 2018, harapan akan sebuah perdamaian mulai terlihat ketika AS mengirim utusan khusus, Zalmay Khalilzad, untuk bernegosiasi langsung dengan Taliban yang akhir Februari lalu. Pertemuan telah berlangsung di Doha dan memasuki putaran kelima.

Di sejumlah kota penting di bagian selatan yang dikuasai Taliban, wartawan BBC Auliya Atrafi diundang untuk melakukan reportase lapangan selama empat hari di propinsi Helmand. Melalui perjalanan jurnalistik tersebut, kita bisa menyaksikan secuil kisah bagaimana ritme dan pola kehidupan masyarakat sipil berlangsung di bawah kekuasaan Taliban.

Berikut lanjutan dari bagian pertama Kehidupan Masyarakat di Wilayah Kekuasaan Taliban (Bag. 1)

Unsur Modernitas dan Akses Pendidikan yang Lebih Luas

Ada perkembangan positif yang membuat mengejutkan terkait dengan pendidikan. Setidaknya, bahwa saat ini Taliban sedang bereksperimen dengan memberikan akses yang lebih besar terhadap pendidikan, paling tidak untuk anak laki-laki, dibandingkan dengan saat awal mereka berkuasa.

Di bawah Taliban sebelum 2001, tidak banyak anak laki-laki yang tinggal di desa-desa dan daerah pedalaman yang ke sekolah. Namun pengalaman dari peristiwa Haji Saifullah si penjual biskuit di pasar Sangin telah membuat masyarakat Afghanistan menyadari bahwa pendidikan dan melek-huruf ternyata sangat penting. Pendidikan tidak akan membuat seseorang menjadi kafir, sebagaimana yang dikhawatirkan oleh para pendahulu mereka.

Sekarang nampaknya Taliban sudah menyadari bahwa mereka tidak bisa selamanya memerangi segala hal yang berbau modernitas, sehingga sebagian memilih mengadopsinya dengan cara mereka sendiri. Di antaranya adalah, bagaimana masyarakat di Helmand sudah mulai terbiasa dengan sistem penerangan listrik.

Seorang koordinator media Taliban bernama Asad Afghan kerap menggunakan sebuah peribahasa untuk menggambarkan fenomena tersebut. "Api barangkali telah membakar rumah kami, namun api itu juga telah membuat tembok rumah kami menjadi lebih kuat," katanya. Maksudnya adalah, Taliban telah belajar dari masa lalu yang membuat mereka terisolasi dari dunia modern.

Banyak yang mengatakan bahwa Taliban berhasil memberikan keamanan, meskipun dengan mengekang kebebasan, di wilayah-wilayah pinggiran dan pedalaman yang mereka kuasai. Area-area yang mulanya menjadi zona pertempuran antara tentara pemerintah dengan mujahidin selama bertahun-tahun kini tumbuh secara dramatis menjadi sentra ekonomi dan perdagangan.

Banyak orang mengatakan mereka lebih memilih sistem peradilan yang simpel dan cepat ala Taliban daripada sistem yang sama pada pemerintahan sebelumnya yang rumit dan penuh dengan korupsi dan nepotisme-kroni.

Berkunjung ke Rumah Sakit

Sebagaimana "kasus" kolaborasi unik di sekolah, rumah sakit juga dibiayai oleh pemerintah Kabul, namun pengoperasiannya diselenggarakan oleh Taliban. Meski harus melayani 120.000 orang, namun tidak dibarengi dengan penyediaan fasilitas yang cukup bahkan yang bersifat mendasar. Tidak ada satu orangpun dokter wanita, termasuk dokter spesialis anak. Ruang radiologi tidak bisa melayani foto X-ray organ dada. Untuk melayani perawatan dan pemeriksaan kesehatan bagi wanita, Taliban membangun sebuah fasilitas terpisah di sebuah bangunan sebelahnya yang dioperasikan para staf wanita.

Menurut seorang dokter, adanya dualisme sistem ini menyebabkan tidak adanya tanggung jawab dan membuka peluang korupsi pegawai pemerintah. "(Gaji) saya belum dibayar selama enam bulan terakkhir. Bukan hanya saya, tetapi juga (gaji) seluruh staf rumah sakit," katanya.

"Tim pengawas pemerintah menulis program di atas kertas yang tidak sesuai dengan kenyataan. Persediaan obat-obatan kami untuk periode tiga bulan sudah habis selama satu setengah bulan lebih sedikit. Hal itu karena terkadang Taliban datang dan meminta kami berbagi obat-obatan medis untuk mereka."

Ketika wartawan BBC hendak bertanya kepada pengawas kesehatan dari Taliban yang bernama Attaullah apakah bisa melakukan wawancara dengan seorang perawat wanita, tidak diizinkan. Suaminya (lalu) berkata kepadanya bahwa ia tidak keberatan dengan wawancara tersebut, namun Attaullah mengatakan, "Itu hak anda untuk membolehkan wawancara, dan tanggung jawab saya adalah menghentikannya." "Lalu apa bedanya antara kita dengan pemerintah jika kita mengizinkan wawancara dengan perempuan?" katanya.

Selama empat hari berada di wilayah kekuasaan Taliban, hanya beberapa perempuan yang ada di klinik dan mereka diantar-jemput oleh para lelaki dari kerabat mereka. Namun secara umum kaum pria di sini selalunya lebih memilih perempuan berada di rumah dan tidak nampak di area-area publik. Bahkan seandainya Taliban tidak ada pun, kemungkinan besar situasi di sini akan tetap seperti itu.

Sejumlah Regulasi

Sejumlah aktivitas dibatasi. Di Musa Qala, menggunakan HP dan internet dilarang karena alasan keamanan dan juga karena alasan syar'i. Hal itu berlaku juga bagi guide Taliban yang berkomunikasi via walkie-talkie. Membuat film dan memainkan alat musik juga dilarang. Seorang pria muda bercerita bahwa ia pernah dihukum cambuk 40 kali karena menonton film Bollywood India.

Taliban melarang dan menindak keras tradisi "bachabaze" yang berisi pesta tarian dengan melibatkan penari anak laki-laki remaja yang selalunya berakhir dengan pelecehan seksual. Tradisi ini terindikasi kuat mengarah kepada LGBT, sehingga Taliban juga menindak keras terhadap pelaku homoseksualitas.

Meskipun internet dilarang, terlihat ada wi-fi hotspot yang menyediakan koneksi internet ke dunia luar. Beberapa penggemar sinetron Turki dan India bahkan memiliki televisi yang terhubung dengan parabola kecil. Ketika seorang remaja ditanya, "Apakah anda tidak khawatir Taliban akan tahu ini?" Dia menjawab, "Mereka tahu soal TV kami dan juga tahu ada wi-fi, tapi saya kira mereka hanya mengamati dan menunggu apa yang akan terjadi," katanya.

Membangun Kesan Positif

Selama kunjungan, Taliban memperlakukan tamu dengan hati-hati, penuh perhatian, dan berusaha memberikan kesan yang positif. Sangin dan Musa Qala sama-sama penting bagi mereka, sama pentingnya dengan membuat masyarakat supaya tetap merasa nyaman. Di tempat lain Taliban menerapkan aturan dengan lebih ketat. Bagi Taliban, memulai adaptasi dengan wajah modernitas nampaknya menjadi dilema tersendiri antara menerimanya dengan konskuensi kehilangan kekuasaan dan legitimasi agama, atau menolaknya dengan konskuensi terasing.

Seorang "kritikus" kepala sekolah yang jenggotnya sudah memutih mengatakan, "Taliban melihat segala sesuatu dari sudut pandang perang, dan mereka melihat bahwa satu-satunya tujuan hidup mereka adalah menang perang". Saat dia diingatkan bahwa Taliban juga punya kultur ketaatan dan disiplin, jadi apakah si kepala sekolah itu tidak berfikir bahwa Taliban akan mampu mengarahkan obsesi perang mereka menjadi sebuah seni politik pemerintahan? Ia menganggukkan kepala sambil berfikir sejenak dan tak lama kemudian ia nampak ragu dan tidak setuju.

Jamuan Makan Malam Bersama Pejabat Taliban

Seorang pemimpin Taliban berusaha meyakinkan manfaat dan keuntungan hidup di bawah Taliban, dan membandingkannya dengan kegagalan pemerintah Afghanistan. Berbadan kecil dengan jenggot panjang dan bermata biru, beliau adalah pemimpin Taliban bernama Musavir Sahib.

Dengan optimis mengatakan, "Sistem pemerintahan kami berdasarkan pada kitab suci. Ini adalah solusi terbaik bagi seluruh manusia". "Orang Afghan adalah masyarakat yang mudah menyesuaikan diri. Ketika pertama kali kami memerintah Afghanistan, dengan cepat masyarakat berpakaian seperti cara kami berpakaian. Dan ketika Amerika datang, mereka mulai berpakaian seperti orang-orang Amerika. Jadi, yakinlah mereka akan mudah beradaptasi dan kembali mengadopsi pemerintahan kami lagi."

Visi-Misi untuk Mendirikan Negara Islam

Secara umum Taliban sudah berubah signifikan, sementara di waktu yang sama mereka sedemikian mengakar dengan masa lalu mereka. Di satu sisi, mereka merasa harus beradaptasi dengan dunia modern; di sisi lain mereka menganggap sistem mereka merupakan sistem pemerintahan terbaik. Inilah di antara hal-hal yang sulit dipahami oleh Barat dan media Barat secara umum.

Di area-area yang mereka kuasai, mereka mencoba memberikan perdamaian. Namun di berbagai wilayah lain mereka terus melancarkan serangan-serangan bom mematikan. Ini juga sebetulnya hal yang sangat common sense sebagai sebuah entitas kekuatan militer dan politik seperti yang dilakukan negara-negara dan badan dunia PBB.

Visi dan tujuan mereka (Taliban) mendirikan semacam negara Islam yang betul-betul Islami tidak pernah berubah, dan mereka terus saja bertempur karena menganggap diri mereka adalah pemenang. Tetapi mereka kini menghadapi sebuah tantangan baru. Di wilayah-wilayah yang mereka kuasai, masyarakatnya sekarang sangat menginginkan adanya perubahan dan perbaikan taraf hidup terutama di bidang kesehatan dan listrik/penerangan.

Ini adalah sebuah warisan abadi bernilai miliaran dolar yang dikucurkan bersamaan dengan kehadiran pasukan asing untuk membangun (baca: menjajah) kembali Afghanistan selama kurun waktu belasan tahun pasca 11/9. Mampukah Taliban menghadapi tantangan itu?

Sumber: https://www.kiblat.net/2019/03/10/kehidupan-masyarakat-di-wilayah-kekuasaan-taliban-bag-2/


close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==
KODE DFP 2
KODE DFP 2