Berita Seputar Teknologi, Kesehatan dan Olah Raga

Pages

Kehidupan Masyarakat di Wilayah Kekuasaan Taliban (Bag. 1)

Seorang wartawan BBC bertemu dua bocah laki-laki Afghan yang sedang bermain ketika berjalan memasuki sebuah permukiman penduduk di wilayah yang dikuasai Taliban. Yang pertama seorang anak berusia sekitar 3 tahun terlihat main panjatan, sementara anak yang kedua berusia 4 tahun tengah duduk sedirian di sebuah tikar. Yang menarik, anak kedua duduk sambil asyik memegang-megang Kalashnikov, senapan serbu standar militer buatan Rusia. Pemandangan unik ini membuat wartawan tertarik untuk "iseng" mengajak ngobrol dengan si bocah tersebut sebelum bertemu untuk wawancara dengan ayahnya.

"Adik kenapa duduk di situ awas ada senjata. Akan saya ambil senjatanya."

"Ga boleh."

"Mana (berikan kepada saya) senjatanya."

"Ga boleh, jangan..jangan.."

"Untuk apa (adik) main-main dengan senjata itu."

"Untuk nembak orang."

"Siapa yang akan kamu tembak?"

"Saya akan nembak orang-orang dor..dor..dor… Mengapa kamu mengambil gambar (foto) aku?"

"Kami memfoto kamu karena kamu duduk (bermain-main) dengan senjata."

"Awas..saya tembak kamu. Itu..ayahku datang biar dia pukul kamu."

Demikian obrolan singkat wartawan dengan "bocah Taliban" yang kita tahu tidak mungkin seorang anak seusia itu mampu untuk sekedar mengokang senjata lalu menahan hentakan (recoil) ketika senjata benar-benar memuntahkan proyektilnya. Tetapi jawaban spontan si bocah kecil meladeni percakapan orang asing dewasa itu barangkali mewakili fenomena mental dan keberanian bangsa Afghan yang negeri mereka dijuluki sebagai kuburan bagi imperium-imperium dunia.

KIBLAT.NET – Tujuh belas tahun setelah Imarah Islam (Taliban) digulingkan menyusul invasi militer besar-besaran oleh Barat pimpinan AS ke Afghanistan pada bulan Oktober 2001, Taliban terus berperang dan kembali menguasai sejumlah wilayah secara signifikan. Hingga kini Afghanistan masih terjerumus ke dalam konflik berkepanjangan, termasuk beberapa tahun terakhir dimana kita menyaksikan serangkaian aksi serangan berdarah dan mematikan.

Namun sejak musim panas 2018, harapan akan sebuah perdamaian mulai terlihat ketika AS mengirim utusan khusus, Zalmay Khalilzad, untuk bernegosiasi langsung dengan Taliban yang akhir Februari lalu. Pertemuan telah berlangsung di Doha dan memasuki putaran kelima.

Di sejumlah kota penting di bagian selatan yang dikuasai Taliban, wartawan BBC Auliya Atrafi diundang untuk melakukan reportase lapangan selama empat hari di propinsi Helmand. Melalui perjalanan jurnalistik tersebut, kita bisa menyaksikan secuil kisah bagaimana ritme dan pola kehidupan masyarakat sipil berlangsung di bawah kekuasaan Taliban.

Sangin, Kota Legenda Keganasan Perang Afghanistan

Kota Sangin menjadi legenda sekaligus saksi sejarah betapa perang Afghanistan terlalu ganas bagi pasukan agresor asing manapun yang ingin menaklukkan bangsa Muslim Afghan yang terkenal sangat tangguh. Tiga imperium Alexander Agung, Inggris Raya, dan Uni Soviet menjadi saksi mata keganasan kota Sangin di masa perang.

Sekitar dua puluhan lebih pria terlihat tengah duduk bersila di dalam sebuah kompleks besar yang dinding bangunannya terbuat dari lumpur. Mereka adalah pasukan khusus Taliban dari Unit Merah. Dengan santai mereka duduk sambil mendengarkan cerita komandan mereka, Mullah Taqi, tentang kisah-kisah heroik peperangan. Beberapa di antaranya terlihat menenteng senapan serbu M4 buatan Amerika. M4 ini merupakan edisi terbaru senapan serbu M16 yang mulai eksis sejak era perang Vietnam.

Senjata-senjata canggih keluaran pabrikan Colt dan Bushmaster yang dilengkapi dengan teropong malam "night-vision" itu menjadi salah satu senjata utama Taliban hingga berhasil merebut dan menguasai hampir 85% propinsi Helmand dari tangan pasukan pemerintah Afghan yang masih menggunakan senjata konvensional edisi lama.

Tantangan Baru Setelah Kemenangan di Medan Tempur

Kemajuan di bidang militer termasuk kemenangan di berbagai pertempuran telah membawa para pemimpin Taliban pada tantangan baru berikutnya yang barangkali tidak mereka duga. Ini adalah sebuah konsekuensi derivatif bagi kekuatan manapun ketika berhasil menguasai sebuah wilayah dan masyarakatnya.

Di wilayah yang mereka kuasai, masyarakat yang mereka atur saat ini pernah merasakan hidup di bawah kekuasaan pemerintah boneka dukungan Amerika dengan berbagai fasilitas dan layanan publik yang mereka terima dan rasakan selama lebih dari satu dekade. Sekolah-sekolah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas umum lainnya sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga.

Maka menjadi fenomena menarik bagaimana sebuah entitas yang dikategorikan sebagai kelompok insurjensi seperti Taliban yang selama belasan tahun secara total fokus merebut wilayah, kemudian harus berubah dan berkembang menjadi "entitas lain" yang mampu menjalankan itu semua? Barangkali jawaban sederhana yang  bisa membantu adalah (jangan lupa) bahwa Taliban pernah memerintah dan mengurusi administrasi publik selama 6 tahun sebelum bermetamorfosis dengan taktik dan strategi baru menghadapi invasi masif militer AS jelang akhir 2001.

Menyeberang ke Seberang Garis Depan Musuh

Membuat rencana kunjungan ke wilayah Taliban perlu waktu berbulan-bulan. Dan ini adalah yang pertama kali sejak beberapa tahun sebelumnya seorang wartawan media internasional memiliki semacam akses yang dijamin keamanannya.

Perjalanan menyeberang ke garis depan di Gereshk dilakukan pada medio 2017 dengan sepeda motor mengikuti pemandu jalan seorang remaja laki-laki. Rute perjalanan melewati jalan raya utama Kabul-Herat menuju Kandahar. Ketika akan melewati pos pemeriksaan tentara nasional Afghan, guide tiba-tiba berbelok ke kiri menjauh dari jalan raya menuju perkampungan yang rumah-rumah warganya saling berpencar. Ia menyerahkan wartawan yang diundang kepada dua penjaga pos Taliban yang sedang bergantian jadwal jaga. Salah satu anggota Taliban duduk bersama rombongan di mobil, sementara lainnya bersepeda motor menuju area Zanbulai.

Di sana, Mullah Taqi, komandan pasukan khusus Taliban sedang menunggu. Ia berdiri di tengah para anggota pasukannya yang sedang membersihkan senjata-senjata canggih edisi terbaru buatan musuh mereka. Di sepanjang kunjungan itu, wartawan BBC ditemani oleh tim media dari Taliban yang menjadi mitra sekaligus pengawas terhadap segala yang mereka lihat.

Inspeksi Pasar di Sangin dan Musa Qala

Perjumpaan pertama dengan "administrasi" Taliban terjadi di sebuah pasar di Sangin. Di distrik inilah pertempuran sengit sering terjadi selama lebih dari satu dekade. Ratusan hingga ribuan tentara Inggris, AS, dan pasukan sekutu lokal Afghan mereka tewas di daerah ini hingga akhirnya jatuh ke tangan Taliban pada bulan Maret 2017 lalu.

Pasar lama Sangin yang asli sudah hancur rata dengan tanah saat terjadi pertempuran. Sebagai gantinya, dibuatlah sebuah tempat yang dijadikan pasar sementara. Terpal dan kotak-kotak kardus terlihat ada di setiap sudut pasar. Seorang kepala distrik atau mayor Sangin bernama Noor Muhammad secara rutin berkunjung ke pasar.

Sebagai kepanjangan tangan Taliban, salah satu tugasnya adalah melakukan inspeksi. Daftar inspeksi sang mayor di antaranya memeriksa kontainer minyak apakah takarannya sudah benar dan sesuai ukuran 1 galon yang dijanjikan. Kemudian menguji orang-orang yang "berprofesi" sebagai dokter, terutama kepada orang-orang yang sudah dicurigai sebelumnya berbohong.

Selain Sangin, wilayah yang menjadi mercusuar Taliban adalah Musa Qala. Daerah ini secara de facto menjadi ibukota Taliban. Di dalamnya ada sebuah pasar semi-permanen di atas sungai kering yang menjual banyak peralatan dan pakaian untuk bepergian/travelling. Selain itu, Musa Qala terkenal sebagai jalur perdagangan utama di distrik tersebut.

Para pedagang datang ke sini dari berbagai tempat di daerah perbatasan Afghanistan-Pakistan. Di pasar inilah kita bisa membeli berbagai macam barang seperti sepeda motor, sapi, hingga makanan seperti es krim. Sementara barang-barang komoditas konvensional seperti amunisi malah sedikit. Satu butir peluru AK-47 dijual 25 sen atau sekitar 15p (baca: pence, sen dalam £ mata uang Inggris, red).

Sementara peluru senapan mesin Rusia yang biasanya dijual 40 sen per biji, sekarang harganya turun menjadi 15 sen saja. Menurut para penjual, harganya terjun bebas karena barangnya banyak sekali dan peluru-peluru senapan mesin itu diperoleh "secara gratis" dari pasukan keamanan Afghan yang kabur.

Kolaborasi Unik Taliban dan Pemerintah Kabul

Sementara Taliban fokus mengurusi berbagai macam regulasi di bidang kesehatan, standarisasi prosedur keselamatan, dan peraturan perdagangan di Sangin, ada banyak temuan lainnya yang cukup mengagetkan di Musa Qala. Meskipun secara de facto menjadi ibukota Taliban, sekolah-sekolah dan rumah sakit di Musa Qala masih dibiayai oleh pemerintah di Kabul.

"Baru-baru ini pemerintah (Kabul) melakukan inspeksi, sekolah-sekolah kami didaftar secara resmi, dan gaji-gaji kami yang tidak dibayar selama setahun pun akhirnya cair," kata Abdul Rahim, kepala bagian pendidikan di bawah pemerintah Kabul di Musa Qala. Menurutnya, Taliban tidak ada masalah dengan para petugas penilik sekolah dari pemerintah, dan sistem tetap berjalan seperti biasa.

"Pemerintah memberi kita alat-alat perlengkapan sekolah dan banyak hal lainnya. Kami juga menerapkan kurikulum pemerintah, dan Taliban pun tidak ada masalah dengan itu semua," katanya. Ada juga sekolah yang digunakan untuk pendidikan dasar bagi anak-anak perempuan, dan setelah jam belajar usai digunakan secara bergantian untuk sekolah bagi anak-anak laki-laki oleh Taliban.

Tidak semuanya berjalan dengan mulus sesuai harapan. Menurut data dari lembaga bantuan USAid, sekitar 40 persen siswa yang terdaftar di seluruh Afghanistan adalah pelajar putri. Namun di Musa Qala tidak demikian. Tidak ada anak perempuan yang berusia di atas 12 tahun bisa memperoleh pendidikan di sini. Bahkan sebelum Taliban mengontrol wilayah ini, anak-anak perempuan seusia itu sudah tidak bersekolah, karena memang ini merupakan daerah konservatif.

Sementara bagi anak laki-laki, kebutuhan mereka akan buku-buku dan alat sekolah lainnya masih kurang mencukupi. "Sekolah kami dikelola dengan baik, sebagaimana situasi keamanan di sini juga baik. Namun kami punya satu masalah, yaitu kami tidak cukup memiliki buku-buku pelajaran," kata seorang siswa bernama Dadul-Haq.

"Kadang seorang siswa tidak punya buku matematika, sementara siswa lainnya tidak punya buku pelajaran kimia, jadi tidak semua siswanya punya buku-buku pelajaran yang lengkap," imbuhnya.

Kolaborasi yang Membuat Barat Tidak Nyaman

Data terbaru menunjukkan, sejak awal 2018 Taliban menguasai lebih dari 20 persen sekolah-sekolah di Herat. Hal itu diakui langsung oleh kepala Departemen Pendidikan di provinsi barat Afghanistan tersebut dan bahkan ia menyatakan senang dengan hasil kinerja Taliban. Ahmad Razaq Ahmadi, kepala Departemen Pendidikan provinsi Herat, mengungkap bahwa Taliban menguasai dan mengendalikan 219 sekolah dari 969 sekolah yang ada di seluruh propinsi bagian barat.

Menurut laporan media lokal TOLONews prosentasenya hampir mencapai 23 persen. Menurut Ahmadi, departemen tempat ia bekerja tidak mampu secara administratif kalau harus mengurusi sekolah-sekolah yang ada di sejumlah distrik seperti Adraskan, Ghoryan, Koshki Kohna, Obe, dan Shindand karena alasan keamanan.

"Di daerah-daerah yang masih ada masalah keamanan, Taliban ikut melakukan pengawasan yang tidak mungkin dilakukan oleh para pekerja kami terhadap sekolah-sekolah tersebut. Dan Taliban memang melaksanakan fungsi monitoring terhadap sekolah-sekolah yang ada di wilayahnya," kata Ahmadi.

Ia pun memuji Taliban atas upayanya mengelola sekolah-sekolah itu. "Kami senang dengan langkah pengawasan yang dilakukan Taliban, karena paling tidak mereka melakukan upaya itu di wilayah yang mereka kuasai. Misalnya, menurut informasi yang kami dapat dari penduduk distrik Koshki Kohna, Taliban mengawasi sekolah-sekolah dan mengendalikan situasi keamanan di sana. Kami sangat senang/puas dengan cara kerja Taliban," kata Ahmadi menambahkan.

Jelas bahwa berbagai komentar dan pernyataan Ahmadi di atas sangat mengganggu pihak Barat karena itu menunjukkan kebijakan Taliban sebagai kelompok insurjensi justru semakin akomodatif terhadap kepentingan rakyat.

Dalam tiga tahun terakhir, pengaruh Taliban memang mengalami peningkatan signifikan di berbagai wilayah Afghanistan, termasuk capaian mereka dalam operasi-operasi militer. Maka wajar sebagian masyarakat Afghan menganggap kembalinya Taliban ke tampuk kekuasaan sebagai hal yang tidak bisa dihindari.

Bersambung ke Kehidupan Masyarakat di Wilayah Kekuasaan Taliban (Bag. 2)

Sumber: https://www.kiblat.net/2019/03/10/kehidupan-masyarakat-di-wilayah-kekuasaan-taliban-bag-1/


close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==
KODE DFP 2
KODE DFP 2