Saya tidak pantas merasa kehilangan sesuatu yang bukan milik saya sendiri
Sudah tiga kali salam Amzani mengetuk pintu rumah Ustaz Jamal, sepertinya tidak ada orang. Baru beberapa langkah ia berbalik terdengar bunyi pintu berderit terbuka.
“Waalaikumussalam!”
Sebuah jawaban salam dari seorang perempuan. Amzani balik kanan. Matanya beradu dengan mata perempuan berjilbab yang masih muda. Tetapi keduanya kemudian sama-sama malu dan menundukkan pandangan.
Dada Amzani bergetar. Ia gugup sesaat, sampai terdengar kata-kata perempuan itu menanyakan maksud tujuan Amzani.
"Maaf, ingin bertemu siapa ya?"
"Apa benar ini rumah Ustaz Jamal?" tanya Amzani dengan sopan.
"Iya benar, tetapi Abi sedang keluar rumah."
Amzani kemudian mengeluarkan sesuatu dari tasnya. "Tolong berikan buletin dakwah ini kepada Ustaz Jamal. Sampaikan saja, ini dari Amzani. Nanti lain waktu saya akan mampir ke sini lagi."
***
Seraut wajah di bingkai foto itu kembali mempengaruhi Amzani. Wajah yang putih dan bersih, bentuknya bulat seperti telur ayam kampung. Foto itu menggantung di dinding ruang tamu di antara lukisan-lukisan kaligrafi. Entahlah! Amzani selalu betah untuk duduk berlama-lama di sofa Cleopatra demi memandang gadis berkerudung yang bersembunyi di dalam bingkai foto itu.
"Itu foto Kalena," tunjuk Ustaz Jamal pada Amzani. "Ia putri kami satu-satunya."
Amzani terkejut lalu manggut-manggut. Seketika ia diserbu rasa malu, ternyata perhatiannya pada foto itu dapat ditangkap oleh Ustaz Jamal. Lelaki paruh baya yang sering Amzani kunjungi itu tersenyum.
Seperti biasa, setiap sepekan Amzani membagikan buletin dakwah ke beberapa tokoh ulama dan tetangga rumah di daerahnya. Salah satunya adalah Ustaz Jamal yang tinggal di Indramayu.
Sudah lebih dari lima tahun Amzani aktif di harakah syariah. Sebagai aktivis dakwah memang mengharuskan Amzani untuk melakukan kontak dakwah dengan orang-orang di sekitarnya.
Sumber: https://republika.co.id/berita/puisi-sastra/cerpen/posvgb282/lelaki-yang-lebih-mencintai-kalena