loading…
Hal itu menjadi kesimpulan diskusi publik bertajuk Potensi Delegitimasi Pemilu dan Masa Depan Demokrasi yang digelar Indonesian Publik Institute di Hotel Ibis Budget, Jakarta Pusat, Rabu (6/32019).
Hadir sebagai pembicara Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo, pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta, Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin, Direktur Pusat Pengkajian Panca Sila dan Konstitusi FH Universitas Jember Bayu Dwi Anggono dan pengamat politik Senior dari President University Muhammad AS Hikam.
Menurut Karyono, pemilu yang demokratis, jujur dan adil yang diharapkan seluruh rakyat jauh panggang dari api. Sebab, kata dia, atmosfir politik menjelang Pemilu serentak 2019 masih diwarnai berbagai persoalan yang bisa mengancam masa depan demokrasi.
Baca Juga:
Hal itu dapat dilihat dari maraknya hoaks, ujaran kebencian, dan isu SARA masih menjejali ruang publik sejak awal kampanye hingga saat ini.
Sementara itu, kata dia, di sisi lain, telah berkembang opini yang membentuk persepsi publik seolah ada kecurangan yang dilakukan secara sistematis dalam penyelenggaraan pemilu serentak 2019. Misalnya, kata dia opini tentang kecurangan pemilu dibangun atas adanya kecurigaan tentang berbagai peristiwa dari mulai isu DPT ganda, eKTP tercecer, kotak suara terbuat dari kardus, isu 7 kontainer surat suara tercoblos, hingga isu mobilisasi warga negara asing untuk memilih.
“Selain itu, opini tentang ketidaknetralan aparat sipil negara, TNI/Polri dan kepala daerah seolah memperkuat adanya dugaan kecurangan pemilu. Teranyar, adalah sistem informasi penghitungan suara (Situng) dicurigai sebagai upaya untuk melakukan kecurangan. Dalam hal ini KPU sebagai pihak tertuduh. Seolah ada “kongkalikong” antara KPU dengan salah satu pasangan capres,” ujar Karyono.
Menurut Karyono, ada empat hal yang dapat dilakukan agar Pemilu berjalan demokratis, jujur, dan adil. Pertama, Penyelenggara pemilu yang berintegritas, profesional dan independen.
Kedua, sikap kedewasaan Peserta Pemilu untuk melaksanakan, memelihara dan merawat nilai-nilai demokrasi yang sudah menjadi konsesnsus bersama.
Dengan demikian seluruh peserta pemilu harus memiliki kedewasaan politik dan komitmen untuk menyelenggarakan pemilu yang demokratis.Ketiga, diperlukan ketaatan hukum dan mematuhi peraturan perundang-undangan. Keempat, penegakan hukum terhadap semua pelanggaran pemilu secara adil.
Hal yang sama juga disampaikan pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta. Pada kesempatan itu, dia menjelaskan dari beberapa fakta yang sudah terjadi, memang ada upaya delegitimasi pemilu.
Sumber: https://nasional.sindonews.com/read/1384523/12/pengamat-ada-empat-syarat-cegah-delegitimasi-pemilu-1551875425