loading…
Memang, untuk urusan konsumsi faktor utama masih didomiasi oleh belanja sandang dan pangan. Setidaknya hal itu terungkap dalam berbagai survei yang dilakukan sejumlah perusahaan e-commerce yang dirilis awal Mei ini. Namun, yang juga mencuat adalah adanya kebutuhan leisure atau hiburan yang berifat pengalaman rohani.
Di bulan Ramadan, kebutuhan perjalanan liburan bisa dilakukan sekaligus beribadah. Umrah menjadi pilihan karena momen ini adalah kesempatan untuk melakukan perjalanan rohani ke Tanah Suci.
Baca Juga:
Pakar marketing Yuswohady menilai, kebutuhan leisure merupakan euforia lain yang akan dirasakan ketika memasuki bulan Ramadan. Menurutnya, sejak 2010 di mana era syariah semakin kuat, terdapat kecenderungan perubahan pola belanja. Fashion muslim dengan model hijab terkini pun menjadi pilihan.
"Kalau zaman seperti sekarang terutama mereka yang hidup di kota besar mereka sudah mapan. Mereka sudah merasa memiliki baju banyak, sehingga mereka merasa untuk apa membali baju lagi sehigga ada THR digunakan hal lain," tutur Yuswohady kepada KORAN SINDO beberapa waktu lalu.
Hal lain yang dimaksud Yuswohady adalah terkait perjalanan pribadi di bulan suci dengan melaksanakan umrah. Namun, karena biaya yang dibutuhkan relatif besar, tentu perlu upaya khusus dari para milenial untuk mewujudkannya. Apalagi para milenial ini masih belum mapan dari sisi finansial.
Kondisi ini lalu mendorong munculnya tren umrah backpacker yang diinisiasi oleh sejumlah kelompok. "Ini sesuai dengan karakter mereka yang value oriented atau mau dapat banyak tapi murah," katanya.
Biasanya masyarakat akan melakukan umrah seusai lebaran. Ini karena biaya yang dikeluarkan lebih murah dibanding saat Ramadan.
Ketua Bidang Organisasi Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Bungsu Sumawijaya mengatakan, bahwa minat umrah saat ramadan memang tinggi, namun sayangnya tidak terjadi di Indonesia.
Mahalnya harga paket umrah selama Ramadan disebabkan adanya lonjakan jamaah dari negara lain seperti Pakistan yang tercatat sebagai penyumbang jamaah umrah terbesar di dunia. Imbasnya, harga-harga penginapan dan tiket pesawat terkerek naik.
"Ini menjadikan pertimbangan bagi jamaah kita yang ingin berumrah di bulan ramadan," ujar Bungsu saat dihubungi KORAN SINDO, kemarin.
Dia mengakui, terdapat kenaikan harga fasilitas akomodasi di tanah suci mulai 20% dibanding hari biasa, hingga 100% di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.
"Karena kita tahu sepuluh hari terakhir itu di mana hari yang di cari untuk Lailatul Qodar. Sebab itu harga umrah justru lebih mahal dibandingkan hari biasa," ujarnya.
Menurut Bungsu, untuk menarik jamaah dari Indonesia datang di bulan ramadan diakuinya memang cukup sulit. Dia bersama anggota asosiasi mengaku tidak menyediakan paket khusus yang ditawarkan karena memang faktanya di Mekkah fasilitas hotel dan lainnya sangat mahal dibandingkan hari biasa.
"Memang tidak ada paket khusus karena harga justru mahal bersaing dengan jamaah dari negara lain. Dan memang kalau umrah itu kan niatnya bukan sekadar piknik tapi memang ibadah sehingga banyak sekali jamaah dari negara lain yang berbondong-bondong," kata dia.
Dia melanjutkan, peningkatan ibadah umrah dari Indonesia justru terjadi seusai ramadan. Hal itu lantaran harganya sudah mulai turun sehingga banyak yang memilih ibadah umroh sekaligus berlibur. "Kalau tren kenaikan dilihat justru meningkat usai ramadan. Itu lagi tren saat ini," pungkas dia.
Sekadar informasi, Data Kementerian Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi menyebutkan, Pakistan menjadi negara dengan penyumbang jamaah umrah terbanyak pada periode September 2018-5 Mei 2019 dengan 1,3 juta jamaah. Selanjutnya Indonesia di urutan kedua dengan 894.000 jamaah, India (595.000), Mesir (422.000), Turki (292.000), Yaman (274.000), Alzajair (266.000), Malaysia (262.000), Irak (231.000), dan Yordania (169.000). Menurut otoritas Arab Saudi, total ada sebanyak 6,76 juta visa yang umrah yang dieluarkan pada periode tersebut.
Sementara itu, Perencana Keuangan Tejasari Assad menilai, biaya umrah saat ini bisa disiasati dengan berbagai trik. Di antaranya dengan melakukan umrah backpacker yanglebih murah. Dia juga mengakui, berdasarkan pengamatannya, Ramadan kali ini tidak semua kalangan milenial ingin beli baju baru.
Para remaja, kata dia, justru banyak yang ingin melakukan perjalanan khususnya di Asia. Khusus belanja untuk umrah, kata dia, hal itu sanbat baik karena tidak hanya sekadar jalan-jalan tetapi bermanfaat positif.
Di sisi lain, yang harus diperhatikan adalah pengaturan dananya. Umumnya milenial bisa menggunakan alokasi dari Tunjangan Hari Raya (THR). Namun, bisa juga dengan cara lain seperti mengambil pinjaman lalu mencicilnya.
"Saat ini banyak yang kasih diskon dengan kartu kredit tertentu, bisa dicicil bunga atau tanpa bunga yaitu 0%," ujar Tejasari.
Dia menyarankan, apabila menggunakan dana pinjaman, maka harus disesusikan dengan dengan kemapuan atau penghasilan bulanan yang diperoleh.
"Harus diingat, jangan terlalu lama (jangka waktu pinjaman) karena bunga jadi tinggi. Sebaiknya jangan terlalu bersemangat mengambil cicilan untuk umrah tapi di atas penghasilannya lalu kena denda akhirnya tetap mahal," katanya. (Hafid Fuad/Kunthi Fahmar Sandy/M Shamil/Nanang Wijayanto)
(nfl)
Sumber: https://ekbis.sindonews.com/read/1403482/39/umrah-belanja-spiritual-ramadan-1557622723