KIBLAT.NET – Kasus pembubaran pengajian kembali terjadi. Di tahun-tahun sebelumnya, pembubaran pengajian memang mewarnai jagat pemberitaan di Indonesia. Dari mulai Ustadz Khalid Basalamah yang dibubarkan di Sidoarjo, dan Ustadz Abdul Somad di Jepara dan Semarang.
Lalu upaya pembubaran pengajian juga kembali terjadi di Jakarta. Kali ini menimpa Dai Muda Ustadz Felix Siauw saat hendak mengisi di Masjid Balai Kota DKI Jakarta. Penceramah yang satu ini memang terbilang sering mendapat penolakan dari ormas tertentu. Beruntung, kajian ini tetap berlangsung.
Kegiatan keagamaan seperti pengajian sebenarnya salah satu hak yang dimiliki setiap warga negara. Yaitu hak untuk menjalankan ajaran agama sesuai keyakinan masing-masing. Maka, setiap orang dilarang menjegal pengajian yang akan digelar.
Pengajian berbeda dengan kegiatan keramaian lain seperti demonstrasi, pesta kembang api, konser dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut memang memerlukan izin atau pemberitahuan.
Kegiatan keagamaan dan kegiatan ilmiah di Kampus tidak memerlukan izin serta pemberitahuan dari kepolisan. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (4) UU No.9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum. Oleh sebab itu, pembubaran pengajian tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Lalu, bagaimana jika yang membubarkan mempunyai dasar yaitu untuk menangkal ajaran khilafah islamiyah dan HTI? Perlu diketahui bahwa hingga saat ini belum ada penetapan pengadilan yang menyebutkan bahwa ajaran khilafah dilarang. Yang ada adalah pelarangan paham Komunisme. Maka, menyebarkan ide khilafah sama dengan menyebarkan Komunisme jelas tidak masuk akal.
Selain itu, menurut Direktur Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI), Chandra Purna Irawan, HTI tidak ditetapkan sebagai organisasi terlarang. Selama ini, HTI hanya dicabut badan hukumnya saja. Dan jika dianggap Ustadz Felix sebagai HTI, ini justru bertentangan dengan narasi mereka bahwa HTI organisasi terlarang. Bagaimana mungkin HTI ditetapkan organisasi terlarang tapi mengaitkan Ustadz Felix sebagai anggota HTI? Bila ada organisasi ditetapkan terlarang, otomatis dibubarkan Pemerintah.
Membubarkan pengajian yang dilakukan pun jelas melampaui tugas kepolisian. Tindakan yang mereka ambil termasuk tindakan main hakim sendiri. Padahal, institusi penegakan hukum di Indonesia sudah sangat jelas.
Sikap anti kebebasan berpendapat semacam ini terus terjadi karena kurangnya ketagasan penegak hukum dalam menertibkan masyarakat. Seharusnya, Polisi bisa memahamkan kepada pihak yang membubarkan bahwa pengajian merupakan hak warga negara. Mungkin berbeda jika dalam pengajian menyerukan untuk melakukan tindakan anarkis, itu jelas dilarang. Jika dibiarkan, ini menjadi trigger konflik berkepanjangan antar anak bangsa.
Kita tentu berharap agar umat Islam tidak saling lumat kepada saudaranya. Jangan sampai terlalu akrab dengan orang yang mengingkari Nabi Muhammad SAW, tapi selalu mencari kesalahan kepada sesama pengikut Nabi Muhammad SAW. Aneh jika lisan kita selalu basah dengan sholawat tapi ketika bertemu saudara seiman yang berbeda pandangan main sikat.
Sebagai penutup, penulis yang bukan anggota HTI ini berpesan bahwa cinta sesama muslim harus melebihi cinta pada tanah air. Karena ketika di akhirat, saudara seiman lah yang bisa memberi kita syafaat.
Penulis: Taufiq Ishaq
Sumber: https://www.kiblat.net/2019/06/27/pembubaran-pengajian-saat-cinta-tanah-air-melebihi-cinta-sesama-muslim/