KIBLAT.NET, Jakarta – Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Mahkamah Agung (MA) untuk menolak setiap permohonan Peninjauan Kembali (PK) oleh terpidana korupsi. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan bahwa PK kerap menjadi jalan pintas para koruptor untuk bebas dari jerat hukuman.
Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad menilai bahwa PK adalah hak dari seorang terpidana.
"PK merupakan salah satu hak dari seorang terpidana untuk menunjukkan kebenaran guna memperoleh keadilan yang dijamin oleh undang undang," ujarnya dalam siaran pers kepada Kiblat.net pada Senin (03/06/2019).
Ia memaparkan, proses hukum yang dilakukan oleh hakim dimungkinkan ada kesalahan, kekhilafan atau kekeliruan yg nyata atau adanya novum (keadaan baru.red). Sehingga dimungkinkan untuk ditinjau kembali demi tegaknya keadilan dan kebenaran
"Maka MA harus mandiri dan tidak memutuskan perkara karena tekanan opini.
ICW dan siapapun harus berani dan belajar menghormati lembaga peradilan," tuturnya.
"Jangan main opini dan tekanan. Itu merusak budaya hukum," ujarnya.
Suparji menegaskan bahwa MA ketika menemukan ada alasan yang kuat sesuai dengan undang undang untuk melakukan koreksi putusan sebelumnya. Demi hukum, kata dia, harus berani meninjau kembali dan tidak hanya membenarkan putusan sebelumnya karena khawatir kehilangan popularitas.
"Menurut saya, MA bekerja tidak berdasarkan popularitas tetapi garda terakhir untuk memberikan keadilan," pungkasnya.
Reporter: Taufiq Ishaq
Editor: Izhar Zulfikar
Sumber: https://www.kiblat.net/2019/06/03/peninjauan-kembali-adalah-hak-setiap-terpidana/