Kepemilikan asing di perusahaan asuransi diatur dalam PP Nomor 14 Tahun 2018
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menyambut baik rencana pemerintah untuk revisi terhadap penambahan modal bagi asuransi eksisting. Nantinya, perusahaan joint venture (patungan) dengan kepemilikan asuransi di atas 80 persen tidak wajib lagi mengikutsertakan partner lokal saat menambah modal.
Togar menyebutkan, mencari partner lokal untuk menambah modal memang menjadi permasalahan besar bagi industri asuransi. Sebab, hanya sedikit di antara mereka yang memahami karakteristik bisnis ini.
“Sifatnya jangka panjang,” tuturnya ketika dihubungi Republika, Rabu (3/7).
Melakukan bisnis di industri asuransi sama saja dengan menanam modal dalam kurun waktu yang lama. Kondisi ini berbeda saat berinvestasi di sektor riil yang dapat langsung terlihat dan terhitung untung-ruginya. Togar menjelaskan, karakteristik ini yang belum dapat dipahami oleh pelaku usaha dalam negeri.
Togar menyebutkan, ada sedikit nama pengusaha lokal yang memiliki pengetahuan lebih tentang karakteristik bisnis asuransi. Hanya saja, mereka akan cenderung memilih membuka dan mengembangkan bisnis sendiri.
“Sebut saja Chairul Tanjung (CT),” ujarnya.
Padahal, Togar menilai, potensi pengembangan industri asuransi di dalam negeri masih membutuhkan dukungan besar. Ia berharap, revisi regulasi yang memberikan keleluasaan perusahaan patungan untuk bergerak ini dapat memberikan sokongan lebih terhadap industri di Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengusulkan revisi Pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian. Di situ, tertulis bahwa perusahaan asuransi dengan kepemilikan asing hingga 80 persen yang mendapatkan fasilitas grandfathering dan ingin menambah modal, wajib mengikutsertakan pihak lokal.
Dalam Pasal 6, tertulis bahwa perusahaan dengan fasilitas grandfathering harus menyertakan partner lokal saat ingin menambah modal. Mereka harus mengikuti satu dari dua ketentuan yang harus diikuti, yakni sedikitnya 20 persen diperoleh dari badan hukum Indonesia dan/ atau warga negara Indonesia. Poin kedua, sedikitnya 20 persen melalui penawaran perdana saham di Indonesia.
“Nantinya, mereka tidak dapat pembatasan tersebut,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/7).
Grandfathering sendiri diberikan kepada perusahaan pengasuransian dengan kepemilikan asing melebihi 80 persen pada saat PP 14 / 2018 diteken pada April 2018.
Sri menekankan, rencana revisi regulasi ini dibuat atas masukan perusahaan asuransi kepada pemerintah. Mereka kerap merasa sulit saat melakukan penambahan modal disetor karena tidak mudah bagi mereka untuk mendapatkan partner lokal yang sesuai.
Melalui perubahan ini, ia optimistis akan memberikan dampak positif bagi industri asuransi karena mampu menjadi sumber investasi besar bagi perusahaan asuransi joint venture.
Sumber: https://republika.co.id/berita/pu2jjc383/industri-asuransi-tanggapi-revisi-aturan-kepemilikan-asing