Jangan sampai kehidupan setelah menikah dibebani utang biaya pernikahan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menyelenggarakan hajatan pernikahan di Indonesia memang menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Semahal apapun dana pernikahan, perencana keuangan Prita Hapsari Ghozie menyarankan calon pengantin tidak tergoda untuk berutang.
“Jangan sampai kehidupan setelah menikah justru terbebani untuk membayar utang dan mengesampingkan nilai hidup, bahkan lupa berinvestasi,” kata Prita saat menjadi pemateri pada acara “Bincang Shopee: Serba-Serbi Pernikahan dan Keuangan”.
Dia mengatakan, calon pengantin bisa mengatasi hal tersebut dengan selekas mungkin mengumpulkan dana pernikahan. Salah satu metode pengelolaan anggaran yang bisa dilakukan adalah value-based budgeting.
Artinya, membuat prioritas berdasarkan nilai hidup. Calon pengantin yang sudah mantap dengan tujuan mengumpulkan biaya menikah akan lebih sadar untuk menabung. Misalnya, menyisihkan sebagian gaji bulanan sampai terkumpul sesuai estimasi.
Perempuan yang merupakan Co-Founder ZAP Finance itu berujar, calon pengantin juga perlu menyisihkan 10 sampai 20 persen dari keseluruhan anggaran pernikahan untuk biaya tak terduga. Gunanya, supaya bisa mengantisipasi apabila ada pembengkakan biaya.
Dia menyampaikan pengalamannya sendiri saat menikah 17 tahun silam. Prita dan suami mengalami pembengkakan biaya di pos katering. Mereka berdua menyiasatinya dengan merelakan dekorasi pelaminan dengan konsep lebih sederhana.
Begitu pula pada aspek dokumentasi, mereka lebih mementingkan foto saat hari-H tanpa berfoto pre-wedding sehingga menghemat biaya. Dia meminta calon pasangan saling berdiskusi dengan terbuka supaya mengetahui keinginan satu sama lain.
“Harus sesuai prioritas supaya tidak bokek sesudah menikah. Prinsip nomor satu, penting bagi pasangan untuk saling terbuka menjalin komunikasi,” kata dia.
Sumber: https://gayahidup.republika.co.id/berita/pvdmjb328/perencana-keuangan-jangan-tergoda-berutang-untuk-menikah