AJI mencatat ada enam jurnalis menjadi korban kekerasan dan intimidasi oknum polisi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kasus intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis oleh terduga oknum kepolisian saat meliput aksi demo RUU Ketenagakerjaan di sekitar Gedung DPR/MPR RI pada Jumat (16/8) lalu diusut oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Metro Jaya. Tercatat, ada enam jurnalis yang menjadi korban.
“Peristiwanya sedang ditangani oleh Bid Propam Metro Jaya,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo melalui pesan singkatnya, Ahad (18/8).
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat enam jurnalis menjadi korban intimidasi polisi saat meliput aksi unjuk rasa tersebut. Para jurnalis ditekan oleh oknum polisi untuk menghapus foto saat aparat menangkapi para pelaku unjuk rasa.
Satu dari jurnalis yang menjadi korban, yakni pewarta foto dari Antara, Galih Pradipta juga telah melapor ke Propam Polda Metro Jaya. Diharapkan, Propam dapat menindak anggotanya yang berlaku sewenang-wenang pada jurnalis.
Kendati demikian, Mabes Polri masih belum secara gamblanh mengakui tindakan intimidasi para anggota polisi tersebut. Mereka menyatakan akan melakukan intimidasi terlebih dahulu
“Kita harus sama-sama cari solusi yang agak permanen untuk memitigasi case-case tersebut tidak terjadi lagi,” kata Dedi Prasetyo.
Berdasarkan keterangan tertulis AJI Jakarta, peristiwa itu terjadi saat para pengunjuk rasa yang diamankan di Gedung TVRI sedang digiring ke mobil tahanan polisi. Sejumlah reporter dan fotografer kemudian mengambil gambar foto dan video.
Salah satu jurnalis SCTV, Haris disebutkan dipukul di bagian tangan saat merekam video melalui ponselnya. Sebelumnya dia dilarang dan dimarahi ketika merekam menggunakan kamera televisi.
“Kamu jangan macam-macam, saya bawa kamu sekalian,” katanya menirukan ucapan polisi dalam keterangan pers AJI Jakarta, Jumat (16/8).
Meski Haris menyatakan dirinya wartawan, ia tetap dihiraukan. Pelaku pemukulan mengenakan baju putih dan celana krem, diduga dari satuan Resmob. Beberapa polisi yang berjaga disebutkan berasal dari Polres Jakpus.
Korban lainnya, jurnalis foto Bisnis Indonesia, Nurul Hidayat juga disebut dipaksa menghapus foto hasil jepretannya. Menurutnya, pelaku mengenakan pakaian bebas serba hitam, berambut agak panjang, dan ada tindikan di kuping.
Fotografer Jawa Pos Miftahulhayat juga dipaksa menghapus foto di bawah intimidasi polisi. Dia diancam akan dibawa polisi bersama para demonstran yang diangkut ke mobil.
Begitu pula jurnalis Vivanews, Syaifullah yang mengalami intimidasi serupa. Polisi meminta rekaman video miliknya dihapus. Dia juga diancam akan diangkut polisi jika tak menghapus video. Reporter Inews, Armalina dan dua kameramen juga mengalami intimidasi oleh oknum aparat berbaju putih.
AJI mencatat, kasus kekerasan terhadap jurnalis bukan kali ini saja terjadi. Tindakan melanggar hukum yang dilakukan aparat penegak hukum bukan hanya mencederai kebebasan pers, tapi juga mempermalukan institusi Polri di hadapan publik.
AJI Jakarta mendesak aparat kepolisian menghentikan intimidasi dan kekerasan tersebut karena jelas-jelas melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Kami mendesak aparat kepolisian menghentikan kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis serta mengusut tuntas kasus ini,” kata Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani.
Sumber: https://nasional.republika.co.id/berita/pweycq409/kasus-intimidasi-jurnalis-ditangani-propam-polda-metro