Dibutuhkan pertumbuhan investasi 6-7 persen untuk penguatan ekonomi Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mengatakan, pertumbuhan investasi di level 5 persen belum cukup bagi Indonesia untuk mendongkrak pertumbuhan. Setidaknya, KEIN berpendapat minimal dibutuhkan pertumbuhan investasi 6-7 persen agar prospek pertumbuhan Indonesia dapat lebih kuat.
Wakil Ketua KEIN, Arif Budimanta, mengatakan, stagnasi pertumbuhan investasi pada tahun ini salah satunya disebabkan oleh ketidaknyamanan investor imbas ketidakpastian global. “Investasi sebetulnya masih tetap tumbuh tapi memang ini tidak cukup untuk genjot pertumbuhan perekonomian Indonesia,” kata Arif kepada Republika.co.id, Senin (30/9)
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan investasi yang ditunjukkan dari Pertumbuhan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada kuartal I dan II 2019 masing-masing 5,03 persen dan 5,01 persen. Sementara pada kuartal I dan II 2018 bisa tembus 7,94 persen dan 5,85 persen.
KEIN berharap pemerintah dan pelaku usaha swasta nasional dapat bekerja sama untuk mengambil peluang-peluang dari perang dagang demi menaikkan aliran investasi. Arif mengatakan, ketidakpastian global yang terus meningkat tetap menyimpan sejumlah kesempatan bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk ambil bagian.
Bagi pemerintah, KEIN mengatakan, perlu ada stabilitas politik dan konsistensi kebijakan ekonomi. Dua hal itu akan berdampak langsung pada persepsi investor asing dan dalam negeri terhadap keamanan Indonesia untuk berinvestasi.
Adapun perkiraan pertumbuhan investasi hingga akhir tahun, Arif belum dapat menyebutkan. Namun, yang jelas, ia mengakui bahwa pertumbuhan investasi secara global saat ini tengah dalam tren menurun. Meski begitu, Indonesia harus tetap optimistis mempertahankan pertumbuhan investasi.
“Bahwa peluang untuk meningkatkan aliran investasi ke Indonesia untuk tumbuh double digit itu sangat memungkinkan,” katanya.
Di sisi lain, KEIN juga menyoroti pernyataan Presiden AS, Donald Trump yang ingin menahan investasi perusahaan jasa keuangan perusahaan di AS ke perusahaan di Cina. Sikap tersebut, kata Arif, harus ditangkap sebagai jalan bagi Indonesia menonjolkan diri sebagai negara yang siap menampung peralihan investasi AS ke Cina.
Investasi asing masih terbuka bagi Indonesia, terutama untuk industri manufaktur, pertanian dan kehutanan, kemaritiman, serta ekonomi kreatif. Namun, Arif menjelaskan, investasi yang masuk keempat sektor tersebut harus menghasilkan dua hal.
“Pertama bisa menghasilkan devisa bagi negara dan kedua investasi harus melibatkan UMKM dan Koperasi agar ada pembukaan lapangan pekerjaan,” kata Arif.
Sementara itu, Ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menambahkan, permasalahan aliran investasi di Indonesia bukan terjadi sejak ada perang dagang saja. Namun merupakan masalah lama yang diabaikan pemerintah. Adanya perang dagang yang terjadi lebih dari setahun terakhir menambah ketidakjelasan terhadan ekonomi global.
“Artinya, investor makin hari makin hati-hati dalam memilih negara tujuan investasi. Kita sudah sejak lama mengalami masalah struktural,” ujar dia.
Secara kebijakan, Yusuf mengamini langkah pemerintah menerbitkan 16 Paket Kebijakan Ekonomi dan sistem Online Single Submission sudah tepat. Sayangnya, implementasi dua kebijakan besar itu tidak berjalan seperti yang diharapkan dan lagi-lagi belum menjadi pemantik masuknya investasi secara signifikan.
Sumber: https://republika.co.id/berita/pymx0x370/kein-investasi-tumbuh-5-persen-tak-cukup-bagi-indonesia