Dokter Muslim menghasilkan beragam temuan yang melampaui manuskrip kedokteran Yunani.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ilmu kedokteran berkembang di dunia Islam dan melahirkan banyak dokter kenamaan yang bahkan menjadi rujukan. Bintang-bintang cemerlang dalam ilmu kedokteran Islam bukan hanya di wilayah Arab, tetapi muncul pula di wilayah kekuasan Islam lainnya di wilayah Eropa, yaitu Spanyol.
Kemajuan ilmu kedokteran ini berpangkal dari perkembangan Islam pada abad ketujuh, dan umat Islam bersentuhan pula dengan kebudayaan dan ilmu pengetahuan lain dan sebaliknya. Termasuk dengan naskah-naskah ilmu pengetahuan dan ilmu kedokteran dari Yunani. Umat Islam menyerap ilmu lalu membangun hal baru.
Saat pemerintahan Islam berada di tangan Khalifah Harun al-Rasyid dan putranya, al-Ma'mun dari Dinasti Abbasiyah, buku-buku terjemahan tersedia secara luas. Kedua khalifah ini mensponsori berdiri dan berkembangnya sebuah biro penerjemahan di Baghdad, Irak, dengan nama Bayt al-Hikmah pada abad kedelapan.
Melalui biro ini, pemerintahan kedua khalifah itu mengirimkan utusan ke tanah-tanah Muslim ataupun non-Muslim untuk mencari manuskripmanuskrip ilmiah dalam bahasa apa pun. Dari kegiatan ini, terkumpul banyak manuskrip dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, tak terkecuali manuskrip ilmu kedokteran.
Seperti di Yunani, ilmu kedokteran di dunia Muslim merujuk pada teori-teori dokter Yunani, Galen yang hidup pada abad kedua. Namun, ada hal menarik yang berkembang dalam ilmu kedokteran di dunia Islam. Mereka mengacu pada Alquran yang menyebutkan bahwa semua penyakit ada obatnya.
Dari sinilah, dokter-dokter Muslim menghasilkan beragam temuan yang melampaui manuskrip kedokteran Yunani yang sebelumnya mereka pelajari. Alquran menjadi pendorong bagi dokter Muslim menjadikannya seorang penyembuh dan penjaga kesehatan. Maka itu, mereka aktif belajar dan menemukan berlimpah teori baru.
Bukan teori ilmu kedokteran saja yang berkembang. Mereka melangkah lebih jauh, membuka tempat khusus untuk merawat orang-orang yang sakit yang disebut maristan. Ini menjadi cikal-bakal rumah sakit yang menjamur pada masa sekarang. Rumah sakit itu menampung semua pasien.
Di sediakan bagian-bagian khusus untuk penyembuhan penyakit tertentu. Ada juga bagian yang diperuntukkan bagi pasien sakit jiwa. Di rumah sakit yang sangat besar, biasanya terdapat perpustakaan dan sekolah kedokteran untuk menempa para calon dokter berkualitas tinggi.
David W Tschanz mengatakan, seperti rumah sakit, pengembangan bidang farmasi sebagai ilmu pengetahuan ataupun profesi merupakan inovasi Muslim. Rumah sakit mengembangkan pendidikan bagi ahli farmasi. Mereka menyiapkan obat-obatan yang diperlukan para dokter untuk menyembuhkan pasien-pasiennya.
Pemerintahan Khalifah al-Ma'mun menerapkan prinsip yang sama pada para apoteker, yang dikenal dengan sebutan saydalani seperti pada dokter. Mereka diwajibkan memperoleh sertifikat sebagai pertanda kemampuannya di bidang tersebut. Ini bertujuan agar tak menimbulkan bahaya bagi publik.
Selain itu, dibentuk pengawas yang bertugas menguji dan memantau obatobatan yang mereka buat. Di rumah sakit, kepala apoteker mempunyai kedudukan yang sama dengan kepala ke dokteran.
Sumber: https://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/prfs8p313/setiap-penyakit-ada-obatnya