Cianjur (ANTARA) – Kesulitan mendapatkan air pada musim kemarau bukan hal baru bagi petani di negeri ini, termasuk di Cianjur, Jawa Barat, yang terkenal sebagai salah satu daerah lumbung padi nasional dengan jutaan hektare areal persawahan.
Meskipun wilayah tersebut terdapat sumber mata air sungai yang sejak turun temurun menjadi andalan petani, namun masih saja kesulitan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk mengairi sawah.
Ketika musim kemarau tiba, sebagian besar area persawahan di Cianjur, tidak dapat ditanami padi karena sulitnya mendapatkan air, karena sumber air seperti saluran irigasi, mata air dan sungai tidak lagi menyisakan air. Akibatnya, tanah sawah mengering dan pecah-pecah, meskipun wilayah tersebut masuk ke dalam Daerah Aliran Sungai Citarum yang seharusnya tidak pernah mengalami kesulitan mendapatkan air khususnya untuk pertanian.
Kordinator Relawan Bela Alam Cianjur, Eko Wiwid menilai kekeringan akibat ambrolnya irigasi di Kecamatan Cibeber tepatnya di aliran Sungai Cikondang akibat tidak terawatnya sumber air. Bukan hanya akibat ambrolnya saluran irigasi, namun berbagai faktor yang terjadi sehingga sumber air di bagian hulu Sungai Cikondang menurun tajam ketika musim kemarau meskipun banyak anak sungai yang airnya masih mengalir.
“Ini harus menjadi bahan evaluasi Pemkab Cianjur, kenapa bisa terjadi kekeringan, tentu bukan sekadar soal bendungan atau kanal yang ambrol. Ambrolnya irigasi menurut saya bagian dari banyak faktor kekeringan irigasi persawahan,” katanya.
Sehingga muncul pertanyaan sudahkah Pemkab Cianjur merawat dan menjaga sumber air untuk debit air Sungai Cikondang termasuk merawat irigasi air pertanian agar tidak terjadi kekeringan karena ketika sumber utama air dari hulu dan anak sungai DAS Cikondang tetap terjaga dan lestari tidak akan ada kata kekeringan di bagian hilir DAS Cikondang karena berada di tengah-tengah wilayah Cianjur.
Cikondang bermuara ke Citarum yang tentunya mempunyai banyak anak sungai yang mengalir dari banyak perbukitan, apakah perbukitan yang menghasilkan air ke Cikondang hutannya terjaga atau tidak.
“Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah baik dinas terkait atau bupatinya langsung” katanya.
Pihaknya berharap Bupati Cianjur dan jajarannya dapat segera menangani kebutuhan air untuk warga di seluruh wilayah Cianjur serta menjadi agenda kerja wakil rakyat yang baru nanti.
Pasalnya, Cianjur merupakan daerah yang memiliki sungai besar dan anak sungai yang airnya langsung dari Gunung Gede-Pangrango yang seharusnya tidak pernah habis dengan catatan kelestariannya tetap terjaga dan tidak terganggu apapun termasuk pembangunan.
“Jangan lagi berbicara membangun saluran irigasi baru sementara kelestarian sumber air tidak diperhatikan. Kalau sumbernya tetap terjaga sekalipun saluran ambrol air akan tetap ada untuk area pertanian di wilayah Cianjur. Kita runut ke belakang, kemarau terjadi bukan sekarang tapi sejak bumi ini ada, namun orang dulu tidak pernah kesulitan mendapatkan air karena mereka selalu menjaga kelestarian dan keseimbangan alam,” katanya.
Lahan terlantar
Imas (51) petani warga Kecamatan Cibeber, seorang dari ribuan petani di wilayah tersebut yang tidak dapat menggarap sawahnya yang setiap musim panen dapat menghasilkan 6 sampai 8 ton padi dari lahan seluas satu hektare yang saat ini mengalami kekeringan dan tidak dapat ditanami termasuk palawija karena tanah sawah tersebut mulai pecah-pecah.
Panen beberapa bulan yang lalu, masih menyisakan jerami kering di setiap penjuru area persawahan yang memiliki luas hingga ribuan hektare di sembilan desa di Kecamatan Cibeber yang selama ini mengandalkan air dari saluran irigasi yang terletak di aliran Sungai Cisokan, tidak dapat lagi memberikan air karena ambrol beberapa bulan yang lalu.
Akibatnya 1007 hektar lahan pertanian yang biasa menghasilkan puluhan ribu ton beras itu, sejak dua bulan terakhir tidak dapat ditanami dan terancam terlantar selama musim kemarau yang diperkirakan akan lebih panjang terjadi dibandingkan tahun sebelumnya.
“Kalau sekecamatan mungkin hampir 4.000 orang petani dengan luas lahan 1.007 hektare akan terlantar selama musim kemarau tahun ini dan kami terancam menganggur karena tidak memiliki profesi lain. Lahan pertanian yang tadinya akan ditanami palawija tetap membutuhkan air,” katanya.
Selama ini, ungkap Imas, petani di wilayah Cibeber, mengandalkan air dari saluran irigasi Cisokan yang sejak beberapa waktu lalu ambrol, sehingga debit air yang semakin surut tidak dapat diandalkan untuk mengairi saluran irigasi apalagi sampai ke persawahan yang letaknya di atas sungai.
Ribuan petani di wilayah tersebut, hanya bisa berharap dinas terkait di Pemkab Cianjur, segera membangun kembali saluran irigasi yang ambrol akibat ditelan usia karena sejak dibangun puluhan tahun lalu, hingga saat ini belum pernah mendapat perbaikan atau pembangunan.
“Sejak saya bertani pada usia belasan tahun hingga saat ini, baru saluran irigasi ambrol karena sejak dibangun sampai saat ini belum pernah mendapat perbaikan. Keberadaan saluran irigasi selama ini tidak pernah membuat petani kesulitan air meskipun kemarau berlangsung lama,” katanya.
Terus berupaya
Pemkab Cianjur berupaya menuntaskan pembangunan irigasi di sejumlah wilayah terutama di wilayah yang selama ini masuk dalam lumbung padi Cianjur, serta menurunkan puluhan pompa penyedot air guna mengairi pesawahan sebagai upaya antisipasi terjadinya gagal panen total.
Perda meminta dinas serta perumdam menyiagakan tangki air bersih untuk memasok wilayah yang mengalami kesulitan air.
Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman, mengungkapkan selama ini proses menjaga kelestarian sumber air di wilayah tersebut telah dilakukan pihaknya bekerja sama dengan berbagai lapisan masyarakat termasuk pihak swasta dengan cara melakukan penanaman pohon di hulu dan hilir sungai yang ada di Cianjur, agar dapat terus menampung air sekalipun pada musim kemarau tiba.
Namun hal yang dilakukan sejak beberapa tahun terakhir itu, ungkap dia, terkendala berbagai faktor termasuk tingkat kepedulian masyarakat untuk memelihara pohon keras yang ditanam di sepanjang aliran sungai tersebut karena banyak pohon tersebut mati dan larangan mendirikan bangunan di sepadan sungai tidak diindahkan, sehingga menyebabkan kelestarian sumber air tidak terjaga dengan baik.
Sedangkan terkait penanganan kekeringan yang melanda sejumlah wilayah di Cianjur, termasuk ambrolnya saluran irigasi di Kecamatan Cibeber, Pemkab Cianjur telah menugaskan dinas terkait untuk segera melakukan perbaikan secara maksimal agar ribuan petani tidak merugi akibat lahan pertanian mereka selama musim kemarau tidak dapat ditanami.
“Untuk saat ini kami sudah perintahkan menurunkan pompa air untuk membantu petani yang mengalami kesulitan mendapatkan air, sehingga ambrolnya saluran irigasi tidak memengaruhi produksi dan hasil pertanian. Sedangkan untuk warga yang kesulitan mendapatkan air, kami sudah perintahkan dinas dan perumdam menyiapkan tangki yang siap dikirim kapanpun,” katanya.
Pembangunan irigasi di sejumlah wilayah di Cianjur, sebagai upaya antisipasi kekeringan setiap musim kemarau, juga diharapkan dapat dituntaskan dua tahun ke depan, agar jutaan area persawahan di Cianjur kembali terairi seperti dulu.
Baca juga: Kekeringan lebih awal yang perlu diantisipasi
Baca juga: Mencoba berdamai dengan kabut asap
Baca juga: Pipanisasi solusi hadapi kekeringan di Sukabumi
Sabun sarongge dari Cianjur diam-diam mendunia
Oleh Ahmad Fikri
Editor: Arief Mujayatno
COPYRIGHT © ANTARA 2019
Sumber: https://www.antaranews.com/berita/945545/kemarau-tetap-melanda-meskipun-cianjur-memiliki-sumber-air