PANJIMAS.COM – Tanda-tanda kiamat kecil (shughra) yang dimaksud adalah tanda-tandanya yang kecil, bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam masa yang cukup panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi. Seperti, terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman keras, perzinaan, riba dan sejenisnya. Berikut ini salah satu tanda kiamat kecil beserta penjelasannya.
Lenyapnya Amanat[1]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radadhiyallahu 'anhu dia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا ضُيِّعَتِ اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.
"Jika amanat telah disia-siakan, maka tunggulah hari Kiamat,' dia (Abu Hurairah) bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimanakah menyia-nyiakan amanat itu?' Beliau menjawab, 'Jika satu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah hari Kiamat!'"[2]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bagaimana amanat itu dihilangkan dari hati manusia. Tidak ada yang tersisa darinya di dalam hati kecuali bekas-bekasnya saja.
Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu berkata:
حَدَّثَنَا رَسُـولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدِيثَيْنِ، رَأَيْتُ أَحَدَهُمَا وَأَنَا أَنْتَظِرُ اْلآخَرَ، حَدَّثَنَا أَنَّ الأَمَانَةَ نَزَلَتْ فِي جَذْرِ قُلُوبِ الرِّجَالِ، ثُمَّ عَلِمُوا مِنَ الْقُرْآنِ، ثُمَّ عَلِمُوا مِنَ السُّنَّةِ، وَحَدَّثَنَا عَنْ رَفْعِهَا قَالَ: يَنَامُ الرَّجُلُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ اْلأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ أَثَرِ الْوَكْتِ، ثُمَّ يَنَامُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ، فَيَبْقَى أَثَرُهَا مِثْلَ الْمَجْلِ، كَجَمْرٍ دَحْرَجْتَهُ عَلَى رِجْلِكَ، فَنَفِطَ فَتَرَاهُ مُنْتَبِرًا، وَلَيْسَ فِيهِ شَيْءٌ، فَيُصْبِحُ النَّاسُ يَتَبَايَعُونَ، فَلاَ يَكَادُ أَحَدٌ يُؤَدِّي اْلأَمَانَةَ، فَيُقَالُ: إِنَّ فِي بَنِي فُلاَنٍ رَجُلاً أَمِينًا وَيُقَالُ لِلرَّجُلِ، مَا أَعْقَلَهُ! وَمَا أَظْرَفَهُ! وَمَا أَجْلَدَهُ! وَمَا فِـي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ إِيْمَانٍ، وَلَقَدْ أَتَى عَلَيَّ زَمَانٌ وَمَا أُبَالِي أَيَّكُمْ بَايَعْتُ، لَئِنْ كَانَ مُسْلِمًا؛ رَدَّهُ اْلإِسْلاَمُ، وَإِنْ كَانَ نَصْرَانِيًّا؛ رَدَّهُ عَلَيَّ سَاعِيهِ، فَأَمَّا الْيَوْمَ؛ فَمَا كُنْتُ أُبَايِعُ إِلاَّ فُلاَنًا وفُلاَنًا.
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meriwayatkan kepada kami dua hadits,[3] salah satu dari keduanya telah aku lihat, dan saat ini aku sedang menunggu yang lainnya. Beliau meriwayatkan kepadaku bahwasanya amanat singgah pada pangkal hati manusia, kemudian mereka mengetahui sebagian dari al-Qur-an, mengetahui sebagian dari as-Sunnah, dan beliau meriwayatkan kepada kami bagaimana diangkatnya amanat itu, beliau bersabda, "Seseorang tidur, lalu amanat di dalam hatinya dicabut, maka bekasnya masih tetap ada bagaikan titik-titik, lalu dia tidur kemudian dicabut, maka bekasnya bagaikan lepuh, seperti sebongkah bara api yang digelindingkan ke kakimu, lalu ia melukainya sehingga engkau melihatnya melepuh, tidak ada apa-apa (sesuatu yang manfaat) di dalamnya. Lalu pagi harinya manusia melakukan jual beli, maka hampir saja salah seorang dari mereka tidak bisa melaksanakan amanat, dikatakan, 'Sesungguhnya di bani Fulan ada seorang laki-laki yang terpercaya,' dan dikatakan kepada seseorang, 'Sungguh cerdas! Sungguh cerdik! dan sungguh kuat! Sementara di dalam hatinya tidak ada keimanan seberat biji sawi pun. Telah datang kepadaku satu zaman di mana aku tidak pernah peduli kepada siapa saja di antara kalian aku melakukan jual beli, jika ia seorang muslim, maka keislamannya yang akan mengembalikan (amanat), dan jika seorang Nasrani, maka walinyalah yang akan mengembalikan (amanat) kepadaku. Adapun hari ini, maka aku tidak melakukan jual beli kecuali kepada si fulan dan si fulan."[4]
Di dalam hadits ini terdapat penjelasan bahwa amanat akan diangkat dari hati, sehingga seseorang menjadi pengkhianat padahal sebelumnya dia adalah orang yang terpercaya. Hal ini hanyalah terjadi pada orang yang telah hilang rasa takutnya kepada Allah, lemah imannya, bergaul dengan orang yang selalu khianat sehingga dia menjadi seorang pengkhianat, karena seorang teman akan mengikuti orang yang menemaninya.
Di antara bentuk nyata hilangnya amanat adalah memberikan berbagai urusan, berupa kepemimpinan, khilafah, peradilan dan pekerjaan dengan berbagai macamnya kepada yang bukan ahlinya, yaitu (bukan) kepada orang yang mampu untuk melaksanakannya juga menjaganya. Karena dalam hal itu ada unsur mengabaikan hak-hak orang lain, menganggap remeh kebaikan-kebaikan mereka, melukai hati mereka dan menimbulkan fitnah di antara mereka.[5]
Lalu jika seseorang yang memegang urusan orang lain mengabaikan amanatnya -sementara manusia akan mengikuti orang yang memegang urusannya- maka mereka akan sama dengannya dalam mengabaikan amanat. Baiknya keadaan para pemimpin akan berakibat kepada baiknya keadaan orang yang dipimpin, sebaliknya rusaknya para pemimpin akan berakibat kepada rusaknya orang yang dipimpin.
Selanjutnya, sesungguhnya mempercayakan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya merupakan bukti nyata tidak adanya perhatian manusia terhadap agamanya, sehingga mereka akan mempercayakan urusan mereka kepada orang-orang yang mengabaikan agama mereka. Hal ini hanyalah terjadi ketika kebodohan mendominasi dan diangkatnya ilmu. Karena itulah al-Bukhari rahimahullah menuturkan hadits Abu Hurairah yang terdahulu dalam kitab al-Ilmu sebagai isyarat kepada (apa yang saya jelaskan di atas).
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Kesesuaian matan hadits ini dengan kitab al-Ilmu adalah sesungguhnya mempercayakan suatu urusan kepada orang yang bukan ahlinya hanyalah terjadi ketika kebodohan mendominasi dan ilmu diangkat, ini termasuk tanda-tanda Kiamat." [6]
Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan akan adanya tahun-tahun yang penuh dengan penghianatan, segala urusan berbalik, orang yang jujur dianggap bohong, orang yang bohong dianggap jujur, orang yang terpercaya dianggap berkhianat dan orang yang berkhianat dipercaya, sebagaimana akan dijelaskan bahwa di antara tanda-tanda Kiamat adalah terangkatnya orang-orang yang rendah.[7]
(Dikutip dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil)
[1] Amanat adalah lawan kata dari khianat, kata amanat ini disebutkan dalam al-Qur-an:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh." (Al-Ahzaab: 72)
Ada beberapa pendapat ulama tentang maknanya, semua kembali pada dua bagian:
-
Tauhid: Sesungguhnya hal itu merupakan amanat yang ada di pundak seorang hamba dan tersembunyi di dalam hati.
-
Amal: Masuk ke dalam semua bagian syari'at dan semuanya merupakan amanat bagi seorang hamba.
Maka amanat adalah tugas, melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan.
Lihat Ahkaamul Qur-aan, karya Ibnul 'Arabi (III/1588-1587) tahqiq 'Ali Muhammad al-Bajawi, Syarh an-Nawawi li Shahiih Muslim (II/168), Tafsir Ibnu Katsir (VI/477), dan Fat-hul Baari (XI/333).
[2] Shahiih al-Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf'ul Amaanah (XI/333, dalam al-Fat-hul).
[3] Yaitu tentang singgahnya amanat pada diri seseorang dan dicabutnya amanat.
[4] Shahiih al-Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf'ul Amaanah (XI/333, al-Fat-h), dan kitab al-Fitan, bab Idzaa Baqiya fii Hatsalatin minan Naas (XIII/38, al-Fat-h).
[5] Lihat Qabasaat min Hadyir Rasuulil A'zham Shallallahu 'alaihi wa sallam fil 'Aqaa-id (hal. 66), karya 'Ali asy-Syarbaji, cet. I th. 1398 H, Darul Qalam – Damaskus.
[6] Fat-hul Baari (I/143).
[7] Rasulullah Shallallahu 'alahi wa sallam bersabda,
إِنَّهَا سَتَأْتِي عَلَى النَّاسِ سِنُونَ خَدَّاعَةٌ، يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا اْلأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ، قِيلَ: وَمَـا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: السَّفِيهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ.
"Sesungguhnya akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipuan, seorang pembohong dibenarkan dan seorang yang jujur dianggap berbohong, seorang pengkhianat dipercaya dan seseorang yang dipercaya dianggap khianat, dan saat itu Ruwaibidhah akan berbicara." Ditanyakan kepada beliau, "Siapakah Ruwaibidhah itu?" Beliau menjawab, "Ia adalah orang bodoh yang berbicara tentang urusan orang banyak (umat)." (HR Ahmad)
Sumber: https://panjimas.com/kajian/2019/07/13/lenyapnya-amanat-munculnya-khianat-pertanda-kiamat/