Konflik horizontal terjadi seiring pendatang yang masuk ke lahan bermasalah tersebut.
REPUBLIKA.CO.ID, Sudah tak terhitung darah dan nyawa manusia tumpah di lahan Register (hutan negara) 45, Sungai Buaya, Kabupaten Mesuji, Lampung. Lahan 'sengketa' ribuan hektare (ha) tersebut terus diperebutkan antara klaim pemilik tanah ulayat, perambah, dan juga perusahaan perkebunan.
Setelah kasus bentrok fisik yang menimbulkan korban jiwa manusia pada 2011, konflik horizontal di sana terus berlanjut. Para Rabu (17/7) lalu, tiga orang warga meninggal, enam orang luka kritis, dan empat orang luka ringan akibat sabetan senjata tajam dalam bentrok antarkampung di lahan Register 45 Sungai Buaya Mesuji.
Bentrok fisik melibatkan kedua kelompok warga yang menempati lahan Register 45 tersebut yakni Warga Desa Mekar Jaya Abadi dan Warga Pematang Panggang (Mesuji Raya). Korban meninggal dari warga Mekar Jaya Abadi. Sedangkan korban luka-luka dilarikan ke RS Bhayangkara Bandar Lampung.
Sebanyak 500 personel Brimob Polda Lampung dibantu TNI telah memblokade dan melakukan penyisiran di lokasi bentrok, Rabu malam hingga Kamis (18/7) siang. Penempatan personel untuk mengantisipasi dan menghalau adanya aksi balas dendam pascameninggalkan warga dalam bentrok kedua kubu tersebut.
Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad mengatakan, situasi dan kondisi pascabentrok antarkampung di lahan Register 45 Mesuji sudah kondusif. Meski demikian, kata dia, 500 aparat Brimob Polda Lampung dibantu TNI masih berjaga dan bersiaga, kemungkinan terjadi aksi susulan.
"Jadi, data terakhir tiga orang meninggal dan 10 orang warga luka berat dan ringan. Yang meninggak inisial B, J, dan R. Sedangkan yang luka masih dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara," kata Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad kepada Republika.co.id, Kamis (18/7).
Identitas korban meninggal dan luka-luka masih disimpan, untuk meredam aksi balas dendam. Aparat masih melakukan upaya mediasi bersama tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat, agar bentrok tidak berlanjut lagi.
Perambah Berdatangan
Lahan ‘berdarah’ di Register 45 masih menyisakan luka lama. Konflik horizontal terus terjadi, seiring pendatang asal berbagai daerah di Lampung dan luar Lampung berdatangan di lahan "masalah" tersebut. Warga mencari mata pencarian dengan mendirikan tenda, gubuk, dan juga rumah permanen untuk kehidupan.
Kedatangan warga tanpa identitas jelas tersebut tak terbendung oleh pemerintah daerah dan pusat. Data Yayasan Bimbingan Mandiri (Yabima) menyebutkan, eksodus warga ke lahan Register 45 tersebut disinyalir ada yang menggerakkan.
Menurut Ketua Yabima, Sugiyanto, tidak adanya petugas di tempat itu, membuat warga tak dikenal bebas masuk dan tidak dapat dicegah.
Baca juga, Polda Lampung Melakukan Mediasi Bentrok Antarwarga Mesuji.
Yabima mendedikasikan aktivitas sosial pendampingan warga kawasan Register 45 sejak 1994. Waktu itu, hanya beberapa ratus kepala keluarga (KK) yang mendiami hutan tersebut. Sejak kasus Mesuji mencuat secara nasional pada 2012, Yabima mencatat sudah 10 ribu KK pedatang masuk Register 45. Warga tersebut tersebar di beberapa kampung yakni Moro Moro, Tugu Roda, Brabasan, dan Pekat Jaya.
Warga yang masuk kawasan tersebut mendirikan tenda untuk berteduh. Di Kampung Tugu Roda tadinya 150 KK, tak berapa lama bertambah menjadi 440 KK, dan membengkak menjadi 834 KK. Jumlah ini semakin meningkat hingga kini, lantaran tidak ada halangan pendatang masuk.
Sumber: https://nasional.republika.co.id/berita/puun5g377/menengok-akar-konflik-lahan-berdarah-di-mesuji